"Ada juga aktivasi bagian pendengaran dalam otak yang meluas. Ini masuk akal karena tangisan bayi adalah sebuah alarm," sambung Froemke.
Froemke sendiri sebelumnya mempelajari tentang oksitosin, hormon yang berperan penting dalam ikatan ibu dan bayi pada tikus.
Ia juga memeriksa bagaimana oksitosin membantu membentuk otak ibu untuk merespon kebutuhan sang bayi.
"Pada manusia, seperti penelitian Bornstein di atas, oksitosin dan bahan kimia otak lainnya dapat memperkuat urgensi untuk menanggapi bayi yang menangis," kata Froemke
"Penelitian ini berkontribusi pada literatur yang ada mengenai otak ibu (manusia) dengan mengidentifikasi daerah otak yang sensitif terhadap suara tangisan bayi di seluruh budaya," kata Pilyoung Kim, profesor psikologi dari University of Denver yang juga tidak terlibat dalam penelitian ini.
Baca juga : Dalam Empat Tahun, Wanita Ini Melahirkan 2 Bayi Jumbo
Meski mendapat pujian dari Froemke maupun Pilyoung, temuan ini masih memiliki keterbatasan. Salah satunya karena penelitian tersebut, hanya melibatkan ibu baru dari 11 negara saja.
Namun bagaimanapun, hasil perilaku di 11 negara dan hasil MRI menjelaskan bahwa para ibu memiliki aktivitas otak yang sama untuk merespon tangisan bayi.
"Secara keseluruhan, temuan tersebut menunjukkan tanggapan ibu terhadap tangisan bayi terprogram dan dapat digeneralisasikan di seluruh budaya," tulis peneliti seperti yang dikutip melalui Dailymail, Selasa (24/10/2017).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.