Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 21/10/2017, 15:04 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Dari penelitian Doni Widyandana tentang penyakit mata pada anak, ada dua gangguan terbesar yang dialami anak, yaitu gangguan refraksi di mana anak harus mengguankan kacamata dan kelainan lensa mata atau katarak.

Untuk dua kelainan mata ini, penyebabnya bermacam-macam. Mulai dari faktor keturunan, kejadian baru, dan juga infeksi.

Doni yang baru saja mendapat penghargaan Orbis Medal untuk penelitiannya di The European Society of Catarat and Refractive Surgeons (ESCRS), Lisbon, Portugal itu menyebutkan bahwa jika orang tua memiliki riwayat kecacatan pada mata, hal itu dapat menurun ke anaknya.

Namun, tidak menutup kemungkinan jika mata orang tua normal, anaknya mengalami kondisi kelainan pada mata.

"Infeksi biasanya terjadi pada kelainan lensa, katarak. Kebanyakan karena virus rubella TORCH (Toxoplasa, Rubella, Cytomegalovarius, and Herpes implex Virus) atau virus kucing, itu tetap banyak," kata Doni saat dijumpai di Yogyakarta, Selasa (17/10/2017).

Dia mengungkapkan, semua persoalan kelainan pada mata dicegah sejak ibu mengandung.

"Perlu dicatat, 80 persen penyakit itu dapat dicegah. Jadi, angka (kasus kelainan pada anak dengan angka tertinggi yakni refraksi dan katarak, red) itu dapat ditekan 80 persen dengan pencegahan," tegas Doni.

Riset menunjukkan adanya Myopia Boom, meningkatkan populasi anak yang mengalami rabun jauh.

Salah satu faktor utama yang makin membuat The Myopia Boom melesat naik adalah gaya hidup anak. Dalam satu dekade belakangan, anak-anak cenderung menghabiskan waktu dengan menatap layar monitor terlalu lama.

"Kalau seperti itu, mereka cenderung melihat dekat terlalu sering, apalagi sambil tiduran. Atau berjam-jam melihat televisi. Faktor radiasi dan kebiasaan melihat dekat itu yang merusak mata," jelas Doni.

Hal semacam ini, sebenarnya ada batasannya. Dia mengungkapkan, melihat dekat boleh, tapi maksimal hanya satu jam. Jika memang harus melanjutkan pekerjaan, seharusnya ada waktu untuk mata beristirahat.

"Misalnya satu jam melihat dekat, suruhlah anak bermain di luar, agar bisa melihat jauh. Itu batasannya enam meter ke atas dan ke depan. Paling tidak selama 15 menit," papar dia.

Hal tersebut juga berlaku untuk anak sekolah. Jika dalam satu mata pelajaran berdurasi 50 menit, setidaknya ada waktu 10 menit untuk mata beristirahat melihat jauh. "Yang sehat seperti itu," sambungnya.

The Myopia Boom menjadi permasalahan serius. Negara-negara seperti di China, Taiwan, dan Jepang, hampir 95% anak-anak menggunakan kacamata minus. Hal itu terutama karena kebiasaan melihat dekat.

"Dari penelitian ini, harapan kita masyarakat lebih pandai dan lebih sadar, khususnya kesehatan mata anak harus diperhatikan," tegasnya.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com