Pertama dalam Sejarah, Manusia Berhasil Memodifikasi Embrionya

Kompas.com - 27/04/2015, 19:38 WIB

KOMPAS.com — Untuk kali pertama dalam sejarah, manusia berhasil memodifikasi embrio. Hal ini akan menjadi awal dari era desain bayi untuk menghapus cacat menurun dan menciptakan bayi super, sekaligus awal dari ketidaktentuan terkait dampaknya.

Tim ilmuwan asal China yang dipimpin oleh Junjiu Huang dari University of Ghuangzhou adalah pihak yang berhasil melakukan modifikasi embrio atau mengedit genom.

Huang dan rekannya mengoleksi 89 embrio non-viabel. Embrio non-viabel adalah embrio yang tidak bisa berkembang menjadi bayi. Sebabnya, embrio itu adalah hasil persatuan satu sel telur dan dua sperma, memiliki tiga inti.

Modifikasi dilakukan untuk menghapus gen HBB, gen yang menyebabkan beta-talasemia atau sel darah merah yang berbentuk bulan sabit.

Apabila seseorang memiliki sel darah merah berbentuk bulan sabit, maka kemampuannya untuk mengikat oksigen kurang. Orang yang memiliki dua sel resesif talasemia biasanya takkan berumur lama.

Untuk mengedit gen itu, Huang menggunakan CRISPR/Cas9. Sistem itu bisa diibaratkan sebagai gunting molekuler.

Si gunting molekuler diinjeksikan pada 89 embrio yang tersedia. Selanjutnya, pendiaman dilakukan selama 48 jam agar CRISPR/Cas9 bisa beraksi menggunting gen dan embrio sendiri bisa berkembang sampai tahap delapan sel.

Setelahnya, ilmuwan memeriksa keberhasilan proses edit. Apakah gen HBB sudah terpotong? Apakah ada kesalahan edit seperti salah potong gen?

Hasilnya, dari 89 embrio, hanya 71 yang tetap hidup. Sementara itu, hanya 54 yang memenuhi syarat untuk dianalisis secara genetik. Dari jumlah itu, proses edit hanya berhasil dilakukan terhadap 28 embrio, dan hanya beberapa yang akhirnya mengandung gen pengganti.

Huang mengakui, ia masih gagal. "Jika Anda melakukannya pada embrio normal, maka harus mendekati 100 persen. Makanya, kami berhenti. Ini masih terlalu dini," ungkapnya kepada BBC, Rabu (22/4/2015).

Huang dan timnya juga menjumpai banyak mutasi yang tak terkendali. Mutasi yang terdeteksi jauh lebih tinggi dari mutasi yang terjadi dalam studi edit genom dengan embrio tikus dan sel manusia dewasa.

Mutasi yang dijumpai belum mencerminkan jumlah total mutasi karena analisis hanya dilakukan pada bagian genom yang disebut exome. "Kalau kita lihat genom keseluruhan, akan ada banyak lagi," kata Huang.

Masalah etika

Modifikasi embrio yang dilakukan Huang menuai reaksi keras dari sejumlah ilmuwan dunia. Mereka mempermasalahkan etika penelitian itu.

Hannah Brown, post-doctoral fellow dalam bidang epigenetik reproduksi di University of Adelaide, dalam tulisannya di The Conversation, Senin (27/4/2015), mengungkapkan, ada dua masalah besar tentang etika dalam penelitian yang dilakukan Huang.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau