Namun, tahukah Anda, senyawa radioaktif juga ada di sekitar Anda. Kadang, mau tak mau Anda harus berurusan dengan tenaga nuklir. Dalam situasi tertentu, Anda bahkan harus membiarkan senyawa radioaktif disuntikkan ke dalam tubuh Anda.
Apa jadinya? Apakah suntikan itu akan memicu pertumbuhan tumor? Apakah Anda akan mengalami kemandulan setelahnya dan anak cucu Anda akan mengalami kecacatan? Atau lebih parah, apakah Anda seketika akan menjadi manusia mutan?
Jangan "parno" dahulu. Keamanan tenaga nuklir sebagai sumber energi memang masih diperdebatkan. Namun dalam bidang kesehatan, pemanfaatan nuklir terus berkembang. Bukannya memicu penyakit, nuklir dalam kesehatan malah dijanjikan membantu mendiagnosa bahkan mengobati penyakit.
Dr. Gogot Suyitno Sp.KN, Sp.Rad., spesialis kedokteran nuklir dari Rumah Sakit An-Nur dan Rumah Sakit Angkatan Udara Hardjolukito, Yogyakarta, mengatakan, salah satu pemanfaatan nuklir dalam kesehatan adalah dalam renogram.
"Renogram pada dasarnya adalah pemeriksaan renografi menggunakan radioisotop. Pemeriksaan renogram bisa dipakai untuk memetakan fungsi ginjal," kata Gogot saat ditemui dalam kegiatan press tour bersama Batan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Jumat (22/11/2013).
Dalam pemeriksaan renogram, pasien akan diminta duduk di kursi khusus. Sebuah detektor yang tersemat pada kursi tersebut, berkontak dengan punggung bagian bawah atau lokasi dimana ginjal berada dan membantu mengumpulkan data.
Pasien akan disuntik dengan senyawa Iodine-131 hipuran. Iodine-131 adalah senyawa radioaktif yang akan membantu memetakan fungsi ginjal. Sementara, hipuran adalah senyawa yang berfungsi sebagai pembawa atau tracer. Jumlah Iodine -131 yang disuntikkan sendiri sangat kecil.
Senyawa pembawa dibutuhkan agar senyawa radioaktif yang disuntikkan dapat menuju organ target kyang akan diperiksa. Senyawa radioaktif yang sama bila digunakan bersama tracer yang berbeda bisa menuju organ target berbeda. Bila I-131 dipakai bersama DTPA, targetnya adalah kolon.
"Produk dari renogram adalah sebuah grafik. Jadi renogram adalah kedokteran nuklir non imaging (tanpa citra)," kata Gogot. Ada pola grafik standar yang menunjukkan fungsi ginjal yang baik. Bila melenceng dari standar itu, maka bisa dikatakan bahwa fungsi ginjal menurun.
"Dengan teknologi sekarang, kita malah mencantumkan angka, prosentase fungsi ginjalnya. Jadi sudah kuantitatif. jelas Gogot. Sebenarnya, dari pemeriksaan renogram inilah sering didengar bahwa fungsi ginjal seseorang tinggal 75 persen, 50 persen, dan sebagainya.
Bentuk pemanfaatan nuklir lain dalam kesehatan adalah Positron Emission Tomography (PET) Scan. Di Indonesia, teknik ini terbilang sangat canggih. Layanan pemeriksaannya baru bisa didapatkan di 3 rumah sakit di Jakarta.
"Manfaatnya banyak. Bisa untuk staging tumor dari kepala sampai kaki dan mengevaluasi terapi kanker," kata dr Eko Purnomo Sp.KN, spesialis kedokteran Nuklir di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSUPAD) Gatot Subroto dan Siloam Hospital Semanggi, Jakarta, yang ditemui terpisah.
Dengan PET-Scan, pasien bisa mengetahui fase kanker. Bila menjalani kemoterapi, pasien juga bisa mengetahui apakah kemoterapi berjalan efektif. Dan, bila menjalani operasi, pasien juga dapat mengetahui apakah masih ada kanker yang tersisa setelah upaya pengangkatan.
PET-Scan bahkan bisa mendeteksi penyakit "kuno" macam gondok. Dengan CT-Scan, aktifitas gondok tidak bisa diketahui. Namun, PET-Scan bisa melakukannya. Pada ginjal, PET-Scan bisa dipakai untuk mengetahui adanya keganasan atau tumor.