Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nuklir dalam Pemeriksaan Kesehatan Kita

Kompas.com - 26/11/2013, 11:37 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis


KOMPAS.com - Kengerian sering langsung terbayang ketika mendengar kata nuklir dan senyawa radioaktif. Ada tragedi di Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Chernobyll dan Fukushima yang akan langsung membuat bergidik.

Namun, tahukah Anda, senyawa radioaktif juga ada di sekitar Anda. Kadang, mau tak mau Anda harus berurusan dengan tenaga nuklir. Dalam situasi tertentu, Anda bahkan harus membiarkan senyawa radioaktif disuntikkan ke dalam tubuh Anda.

Apa jadinya? Apakah suntikan itu akan memicu pertumbuhan tumor? Apakah Anda akan mengalami kemandulan setelahnya dan anak cucu Anda akan mengalami kecacatan? Atau lebih parah, apakah Anda seketika akan menjadi manusia mutan?

Jangan "parno" dahulu. Keamanan tenaga nuklir sebagai sumber energi memang masih diperdebatkan. Namun dalam bidang kesehatan, pemanfaatan nuklir terus berkembang. Bukannya memicu penyakit, nuklir dalam kesehatan malah dijanjikan membantu mendiagnosa bahkan mengobati penyakit.

Dr. Gogot Suyitno Sp.KN, Sp.Rad., spesialis kedokteran nuklir dari Rumah Sakit An-Nur dan Rumah Sakit Angkatan Udara Hardjolukito, Yogyakarta, mengatakan, salah satu pemanfaatan nuklir dalam kesehatan adalah dalam renogram.

"Renogram pada dasarnya adalah pemeriksaan renografi menggunakan radioisotop. Pemeriksaan renogram bisa dipakai untuk memetakan fungsi ginjal," kata Gogot saat ditemui dalam kegiatan press tour bersama Batan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Jumat (22/11/2013).

Dalam pemeriksaan renogram, pasien akan diminta duduk di kursi khusus. Sebuah detektor yang tersemat pada kursi tersebut, berkontak dengan punggung bagian bawah atau lokasi dimana ginjal berada dan membantu mengumpulkan data.

Pasien akan disuntik dengan senyawa Iodine-131 hipuran. Iodine-131 adalah senyawa radioaktif yang akan membantu memetakan fungsi ginjal. Sementara, hipuran adalah senyawa yang berfungsi sebagai pembawa atau tracer. Jumlah Iodine -131 yang disuntikkan sendiri sangat kecil.

Senyawa pembawa dibutuhkan agar senyawa radioaktif yang disuntikkan dapat menuju organ target kyang akan diperiksa. Senyawa radioaktif yang sama bila digunakan bersama tracer yang berbeda bisa menuju organ target berbeda. Bila I-131 dipakai bersama DTPA, targetnya adalah kolon.

"Produk dari renogram adalah sebuah grafik. Jadi renogram adalah kedokteran nuklir non imaging (tanpa citra)," kata Gogot. Ada pola grafik standar yang menunjukkan fungsi ginjal yang baik. Bila melenceng dari standar itu, maka bisa dikatakan bahwa fungsi ginjal menurun.

"Dengan teknologi sekarang, kita malah mencantumkan angka, prosentase fungsi ginjalnya. Jadi sudah kuantitatif. jelas Gogot. Sebenarnya, dari pemeriksaan renogram inilah sering didengar bahwa fungsi ginjal seseorang tinggal 75 persen, 50 persen, dan sebagainya.

Bentuk pemanfaatan nuklir lain dalam kesehatan adalah Positron Emission Tomography (PET) Scan. Di Indonesia, teknik ini terbilang sangat canggih. Layanan pemeriksaannya baru bisa didapatkan di 3 rumah sakit di Jakarta.

"Manfaatnya banyak. Bisa untuk staging tumor dari kepala sampai kaki dan mengevaluasi terapi kanker," kata dr Eko Purnomo Sp.KN, spesialis kedokteran Nuklir di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSUPAD) Gatot Subroto dan Siloam Hospital Semanggi, Jakarta, yang ditemui terpisah.

Dengan PET-Scan, pasien bisa mengetahui fase kanker. Bila menjalani kemoterapi, pasien juga bisa mengetahui apakah kemoterapi berjalan efektif. Dan, bila menjalani operasi, pasien juga dapat mengetahui apakah masih ada kanker yang tersisa setelah upaya pengangkatan.

PET-Scan bahkan bisa mendeteksi penyakit "kuno" macam gondok. Dengan CT-Scan, aktifitas gondok tidak bisa diketahui. Namun, PET-Scan bisa melakukannya. Pada ginjal, PET-Scan bisa dipakai untuk mengetahui adanya keganasan atau tumor.

Bila melakukan PET-Scan, pasien akan disuntik dengan senyawa radioaktif tertentu sesuai organ target. Biasanya, akan ada waktu tunggu untuk membiarkan senyawa radioaktif menuju organ target.

Selanjutnya, pasien akan diminta untuk tidur di atas meja datar dan scanner yang berbentuk seperti tabung. Scanner akan mulai memindai dan hasilnya akan diubah menjadi citra oleh komputer. Lama pemeriksaan bervariasi. Untuk kanker payudara, biasa memakan waktu 90 menit.

Di luar pemeriksaan, nuklir juga bermanfaat untuk pengobatan. Eko mencontohkan pengobatan gondok dengan Iodine lewat ablasi. Lewat cara ini, pengobatan penyakit gondok tak perlu operasi dan lebih murah.

Perlu Pengetahuan dan Tetap Kritis

Seperti mengkonsumsi produk lainnya, mengkonsumsi jasa layanan kedokteran nuklir pun harus tetap perlu pengetahuan akan produk dan kekritisan. Tentu saja, tanpa perlu disertai kepanikan yang berlebihan.

Gogot mengungkapkan, pasien harus mengetahui fungsi dan kapan membutuhkan layanan pemeriksaan berbasis kedokteran nuklir. Untuk itu, pasien juga harus perhatian pada kondisi kesehatannya sendiri.

"Kalau merasakan mual, kulit kering, lemas, segera pergi ke dpkter. Dalam kasus tertentu, itu bisa jadi petunjuk mengalami masalah pada ginjal," kata Gogot. Ia menegaskan, jangan langsung tiba-tiba meminta pemeriksaan renogram.

Bila tahu ada permasalahan, konsultasikan jenis pemeriksaan yang dibutuhkan. "Kalau mau periksa anatomi ginjal, maka CT Scan atau MRI (Magnetic Resonance Imaging). Kalau mau tahu fungsi, MRI tidak bisa, harus dengan renogram," terang Gogot.

Soal risiko juga perlu diketahui. Misalnya, bila seorang wanita tengah hamil, maka pemeriksaan PET-Scan dan Renogram sebaiknya tidak dilakukan atau paling tidak pasien harus terbuka kepada dokter agar pohak rumah sakit bisa mempertimbangkan.

"Semua tindakan ada risikonya. Kita harus pertimbangkan lebih besar manfaat atau mudaratnya. Kalau kondisi berbeda, pertimbangannya bisa berbeda pula," terang Gogot yang dalam pemeriksaan renogram menggunakan peralatan yang dibuat oleh BATAN.

"Dalam kondisi biasa, renogram manfaatnya besar. Tapi kalau pada wanita hamil, pertimbangannya berbeda. Senyawa radioaktif bisa menembus plasenta dan ke janin. Perhitungan manfaat dan risiko berubah," imbuhnya lagi.

Bagaimana dengan senyawa radioaktif yang disuntikkan? Apakah dengan senyawa tracer akan dijamin bahwa semua senyawa akan menuju organ target? Adakah senyawa radioaktif yang "tercecer" atau masuk organ lain?

Gogot menjawab, "Memang selam ditransport, ada kemungkinan 'bocor' lalu masuk ke organ lain. Namun, pada dasarnya senyawa radioaktif akan meluruh dengan sendirinya dan dibuang lewat urin. Yang bocor juga sangat sedikit. Lebih dari 90 persen masuk ke organ target."

Selain pengetahuan akan tindakan, pasien juga mesti punya pengetahuan tentang sikap pasca tindakan. Karena senyawa radioaktif dibuang lewat urin, setelah pemeriksaan pasien harus buang air kecil di tempat yang tepat.

"Dari pihak rumah sakit, setelah renogram pasien akan diminta kencing. Kita tampung air seni di septic tank khusus untuk membiarkan meluruh," ungkap Gogot. Untuk Iodine-131, waktu paruhnya adalah 8 hari.

Tidak Harus ke Luar Negeri

Meski tergolong baru, jasa layanan pemeriksaan berbasis tenaga nuklir tidak harus diakses di luar negeri. Rumah sakit di Indonesia telah menyediakannya dengan biaya yang bisa dibilang jauh lebih murah.

Eko mengatakan, "Untuk PET Scan, kita sudah bisa walaupun masih terbatas. Biaya periksa di Indonesia un lebih murah dengan peralatan yang sama. Di Singapura atau China, biaya PET Scan bisa Rp 20 jutaan. Di Indonesia sekitar Rp 8 juta."

Sementara, untuk renogram, biaya di Indonesia bahkan tak sampai Rp 1 juta. Di Yogyakarta, kata Gogot, pemeriksaan renogram memakan biaya Rp 600.000. Sementara, Eko mengatakan bahwa tarif renogram antara Rp 600.000 - 800.000.

Lebih dari sekadar mampu melayani pemeriksaan berbasis teknologi nuklir, Indonesia lewat BATAN kini juga terus mengembangkan kapasitas dalm menghasilkan alat maupun radioisotop. BATAN telah mengembangkan perangkat untuk renogram dan kini telah dipakai di RS An-NUr Yogyakarta.

Sementara, BATAN kini juga mengembangkan siklotron yang berfungsi untuk menghasilkan radioisotop. Diharapkan, siklotron produksi BATAN selesai pada tahun 2019 dan bisa dipakai di rumah sakit di Indonesia sehingga semakin menekan biaya periksa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com