Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ilmuwan AS: Pengeditan Gen CRISPR Efektif untuk Imunoterapi Kanker

Kompas.com - 10/02/2020, 18:33 WIB
Amalia Zhahrina,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi

Sumber Gizmodo


KOMPAS.com - Para ilmuwan selama bertahun-tahun berharap teknologi pengeditan gen CRISPR dapat membantu mengobati semua jenis penyakit, termasuk kanker

Kabar baiknya, untuk pertama kalinya di Amerika Serikat, para peneliti menemukan sel-sel kekebalan yang diedit CRISPR dapat dengan aman diberikan kepada pasien kanker dan bertahan hingga sembilan bulan.

Dilansir dari Gizmodo (8/2/2020), temuan ini di masa yang akan datang menandakan CRISPR akan menjadi bagian dari pengobatan kanker yakni sebagai imunoterapi.

Gagasan untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh manusia agar membantunya melawan kanker bukanlah hal baru. Tetapi, baru-baru ini juga para peneliti mampu membuat kemajuan besar di bidang ini.

Baca juga: Imunoterapi Terbukti Tingkatkan Harapan Hidup Pasien Kanker

Ada beberapa teknik berbeda, namun yang mencuri perhatian adalah yang melibatkan pemrograman ulang pasukan ‘kejut’ pada sistem kekebalan tubuh. Ini dikenal sebagai sel T, untuk menyerang kanker.

Sel T diambil dari darah pasien, lalu tumbuh dan dimodifikasi di laboratorium, sehingga target mereka adalah menyerang sel tumor. Setelah itu, dikembalikan lagi ke dalam tubuh.

Terapi sel T yang direkayasa ini telah dapat memperpanjang usia pasien yang hidup dengan kanker yang tidak dapat diobati, tetapi mereka memiliki kelemahan.

Terkadang, sel T yang berubah dapat memicu kelebihan sistem kekebalan tubuh yang mengancam jiwa.

Baca juga: Studi Terbaru tentang Genom, Pecahkan Misteri Terbentuknya Kanker

Di lain waktu, sel T mungkin tidak bertahan lama dan tidak efektif bekerja dalam melawan sel kanker cukup lama.

Kelemahan yang dihasilkan sel T ini membuat para peneliti mengeksplorasi cara-cara baru dengan memodifikasi sel-T untuk meningkatkan proses pembunuhan kanker dan membuat pasien kanker lebih aman.

Menurut penulis studi Carl June, seorang peneliti kanker di University of Pennsylvania dan salah satu pelopor terapi sel T, salah satu kandidat utama pendorong seperti itu adalah CRISPR.

"CRISPR menjanjikan fleksibilitas untuk dapat (istilahnya) menargetkan beberapa jarum ditumpukan jerami, jika Anda mau," kata June.

Salah satu bidang penelitian imunoterapi sel T, yakni melibatkan modifikasi genetika pada reseptor yang ditemukan di permukaan sel T.

Sehingga mereka dapat lebih mudah mengenali protein spesifik kanker yang dibuat oleh sel tumor, teknik ini dikenal sebagai terapi TCR.

Namun, kendala yang dihadapi terapi TCR dalam percobaan adalah perubahan yang dilakukan pada sel T ini kadang-kadang tidak seaman seharusnya, sebagian karena gangguan dari reseptor yang diekspresikan secara alami oleh sel T.

Baca juga: Deteksi Dini Tingkatkan Angka Harapan Hidup Pasien Kanker, Kok Bisa?

Para ilmuwan seperti June telah berteori bahwa CRISPR, yang menggunakan enzim untuk memotong atau memasukkan bit DNA dari sel, dapat dengan aman digunakan untuk merobohkan beberapa rintangan alami ini sekaligus, yang akan memperkuat proses TCR.

Dalam sebuah makalah baru yang diterbitkan Science, June dan timnya merinci bagaimana mereka menguji apakah sel yang diedit ini dapat hidup dalam tubuh manusia tanpa menyebabkan masalah yang tidak terduga.

Satu keprihatinan signifikan adalah karena enzim penting yang digunakan oleh CRISPR berasal dari bakteri, pengenalan sel T yang diedit CRISPR ke dalam tubuh dapat menyebabkan respons imun sehingga mungkin dapat membunuh sel-sel sebelum mereka bekerja pada tumor.

Pada tiga pasien dengan kanker stadium lanjut yang tidak merespons pengobatan dengan baik, ada juga kekhawatiran sistem kekebalan tubuh mereka sangat rusak oleh terapi sebelumnya, sehingga sel-sel T tidak akan bertahan lama.

Baca juga: Mengenal Beberapa Pengobatan Kanker Paru, Nomor 4 Paling Baru

“Kami justru menemukan sebaliknya, kami memiliki ketahanan sel yang lebih lama. Dan pada level yang sangat tinggi yang sangat kuat, dan kami tidak melihat adanya peningkatan dalam respon imun,” sambung June.

Penelitian ini adalah uji klinis Fase 1. Artinya, itu dimaksudkan untuk menguji apakah pendekatan tersebut aman untuk digunakan pada orang.

Jadi belum bisa dikatakan apakah CRISPR benar-benar dapat meningkatkan efektivitas dan keamanan TCR atau imunoterapi sel T lainnya.

Walaupun, di China, penelitian CRISPR pada manusia telah berkembang lebih cepat, namun ada kekhawatiran tentang keamanan dan etika uji coba ini.

Tetapi June dan timnya berharap CRISPR tidak hanya meningkatkan pengobatan kanker tetapi juga pengobatan modern secara umum.

Percobaan ini juga dimulai pada tahun 2016, dan pada sejak itu, para ilmuwan hanya dapat membuat CRISPR lebih efektif dan tepat dalam mengedit DNA.

“Saya pikir sekarang, CRISPR dapat menjangkau berbagai jenis terapi, di luar kanker. Dan itu tidak akan menjadi sel T,” kata June.

Merujuk uji coba manusia CRISPR yang sedang berlangsung dan menjanjikan untuk memperbaiki sel darah merah seseorang yang menderita penyakit sel sabit gangguan genetik.

“Ini benar-benar akan menjadi waktu yang menakjubkan dalam lima tahun ke depan. Banyak penyakit yang dulunya mematikan sekarang akan dirawat,” imbuh dia.

June dan timnya sudah mengerjakan uji coba pada manusia yang lebih besar yang akan menguji CRISPR untuk terapi sel T CAR.

Artinya, ini suatu pengobatan dan perawatan kanker yang sudah mendapatkan persetujuan dari Food and Drug Administration (FDA) untuk kanker tertentu, tetapi dapat menyebabkan efek samping yang serius.

Baca juga: Wajib Diketahui, Ini Gejala Awal Kanker Paru

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Gizmodo
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com