Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terapi Kanker ini Bisa Membuat Pasien Melihat dalam Gelap, Kok Bisa?

Kompas.com - 05/02/2020, 17:03 WIB
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Penulis

KOMPAS.com - Di antara semua jenis pengobatan kanker, terapi kanker fotodinamik ternyata memiliki efek samping paling aneh. Pasien kanker bisa melihat dalam gelap.

Para peneliti dari Prancis, seperti melansir Science Alert, Rabu (5/2/2020) akhirnya mengetahui penyebab dari efek samping dari terapi ini.

Terapi kanker fotodinamik untuk pengobatan kanker dilakukan dengan memanfaatkan cahaya untuk menghancurkan sel-sel ganas.

Ternyata salah satu efek samping yang disebabkan terapi ini yakni memungkinkan pasiennya seringkali lebih mampu melihat dalam gelap.

Baca juga: Penggunaan Obat Tradisional Bisa Hambat Terapi Kanker

Peneliti mengungkap bahwa rhodopsin, pigmen yang ada di dalam retina mata, merupakan protein yang peka terhadap cahaya.

Saat pigmen tersebut akan berinteraksi dengan senyawa fotosensitif yang disebut chlorin e6, yakni komponen penting yang ada dalam jenis pengobatan kanker ini.

Sebelumnya, ilmuwan memang mengetahui tentang cara kerja senyawa organik dalam retina. Namun, biasanya yang ditemukan pada mata tidak sensitif terhadap cahaya inframerah.

Cahaya tampak memicu retina untuk memisahkan diri dari rhodopsin yang kemudian diubah menjadi sinyal elektrik yang diinterpretasikan oleh otak untuk dilihat.

Baca juga: Kembali Cantik Setelah Terapi Kanker

Meskipun mata kita tidak dapat mendapatkan banyak cahaya di malah hari, ternyata mekanisme ini juga dapat dipicu oleh kombinasi cahaya dan kimia lainnya.

Di bawah sinar inframerah dan suntikan klorin, retina berubah dengan cara yang sama seperti saat berada di bawah cahaya.

"Ini menjelaskan adanya peningkatan ketajaman visual malam hari," kata ahli kimia, Antonio Monari, dari University of Lorraine di Prancis.

Ilmuwan gunakan simulasi molekuler

Kendati demikian, dia mengaku tidak tahu persis bagaimana rhodopsin dan kelompok retina aktifnya berinteraksi dengan klorin.

"Mekanisme inilah yang sekarang berhasil kami jelaskan melalui simulasi molekuler," jelas Monari.

Bersama dengan beberapa perhitungan kimia tingkat tinggi, tim menggunakan simulasi molekuler untuk memodelkan pergerakan atom individu.

Hasil penelitian yang dipublikasikan dalam Journal of Physical Chemistry Letters ini memberikan wawasan bagaimana simulasi molekuler ini memberikan pemahaman yang lebih tentang sains.

Halaman:
Baca tentang


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau