Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pantau Kenaikan Air Laut di Muka Bumi, 2 Satelit ini Siap Diluncurkan

Kompas.com - 14/01/2020, 07:03 WIB
Ellyvon Pranita,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi

Sumber SPACE.COM

KOMPAS.com - Para peneliti berusaha mencari tahu penyebab naiknya permukaan laut dengan meluncurkan dua satelit.

Guna mengetahui secara lebih rinci seperti apa kenaikan permukaan laut dan perubahannya, mulai November 2020 akan diluncurkan dua satelit misi Sentinel-6 (S6) atau Jason of Continuity of Service (Jason-CS).

Satelit ini akan menjadi misi pengamatan Bumi terpanjang yang didedikasikan untuk mempelajari naiknya air laut di samudera.

Seperti dikutip dari Space.com, wahana antariksa itu akan memberikan pengukuran ketinggian air paling sensitif, karena mengungkapkan secara detail tentang kenaikan air di lautan.

Baca juga: BMKG: Naiknya Air Laut di Pulau Buru akibat Fenomena Supermoon

Penelitian ini membantu hampir 40 tahun membangun catatan permukaan laut.

Misi satelit gabungan Amerika Serikat dan Eropa, S6 mengikuti jejak trio misi sebelumnya.

Sebelumnya, misi yang sama dilakukan dengan mengirim satelit TOPEX atau Poseidon dan Jason 1, Ocean Surface Topography atau Jason 2, dan Jason 3.

Ketiganya telah mengukur bagaimana permukaan laut naik di atas level permukaan laut selama 30 tahun terakhir.

Pesawat ruang angkasa sebelumnya menunjukkan lautan bumi rata-rata naik 0,1 inchi atau 3 milimeter pada tahun 1990-an, dan meningkat menjadi 0,13 inchi atau 3,4 milimeter pada saat ini.

Baca juga: Jokowi: Kita Punya Belasan Ribu Pulau yang Terancam Kalau Air Laut Naik

Sentinel-6 atau Jason-CS terdiri dari dua pesawat ruang angkasa, yakni Sentinel-6A dan Sentinel-6B, yang akan diluncurkan lima tahun terpisah.

Data tentang situasi lautan

Sentinel-6A akan diluncurkan pada tahun depan dari Pangkalan Angkatan Udara Vandenberg di California dengan roket SpaceX Falcon 9. Sementara, satunya lagi akan diluncurkan pada 2025.

Terbang 800 mil di atas planet ini, pesawat ruang angkasa itu akan mengirimkan sinyal ke permukaan bumi dan mengukur berapa waktu yang dibutuhkan untuk kembali ke satelit.

Pada saat yang sama, S6 akan menggunakan GPS dan laser berbasis darat untuk menemukan posisinya, bersama dengan jaringan khusus yang dikenal sebagai Doppler Orbitography dan Radiopsitioning Integrated by Satelite (DORIS).

Ketika digabungkan, teknologi ini akan mengukur ketinggian lautan dengan akurasi sekitar satu inchi.

S6 akan mengumpulkan data laut secara global setiap sepuluh hari, dan akan membantunya memberikan wawasan tentang situasi atau cuaca di samudera seperti El-nino.

Tidak hanya itu, pesawat ini akan memberikan informasi tentang situasi laut yang lebih kecil seperti arus kompleks yang akan menguntungkan navigasi komunitas nelayan.

"Kenaikan permukaan laut secara global adalah salah satu dampak perubahan iklim yang paling intens dan mengganggu," kata Willis.

Baca juga: Ahli: Permukaan Laut Tetap Naik Dramatis Meski Gas Rumah Kaca Dibatasi

S6 akan menggunakan dua satelit identik (Sentinel-6A dan Sentinel-6B) untuk melanjutkan pekerjaan sebelumnya dengan mempelajari hal berikut:

  1. Perubahan sirkulasi laut
  2. Variabilitas iklim seperti El-Nino dan La-Nina
  3. Pola cuaca termasuk angin topan dan badai
  4. Naiknya air laut di lautan

"Permukaan laut global, dalam cara tertentu dapat memberikan informasi tentang bagaimana manusia mengubah iklim," kata Josh Willis, ilmuwan proyek misi di laboratorium Jet Populsion NASA di Pasadena, California.

Menurut Willis, jika dapat dipikirkan, secara global luas lautan yang berkisar 70 persen mengisi muka bumi.

Baca juga: Studi: Perubahan Iklim Ubah Warna Permukaan Laut, Berikut Dampaknya

Maka, kata dia, semakin tinggi kenaikan air di permukaan laut, sebesar 70 persen dari planet bumi ini juga akan berubah bentuk dan berkembang.

Hal inilah yang ingin diukur secara lebih spesifik dan terperinci oleh para peneliti.

Dampak gas rumah kaca

Sejak revolusi industri, penggunaan bahan bakar fosil yang tersebar luas telah membuang sejumlah besar karbon dioksida dan gas rumah kaca lainnya ke atmosfer Bumi.

Secara bersamaan, gas-gas ini telah membuat panas atmosfer planet ke tingkat yang semakin tinggi.

Saat pemanasan itu terjadi di atmosfer, maka lautan membantu menstabilkan iklim dengan menyerap lebih dari 90 persen panas yang terperangkap di planet ini oleh gas rumah kaca.

Ketika air laut memanas dan meluas, maka hal itu akan meningkatkan volume air.

Panas atmosfer yang terperangkap juga mencairkan lapisan es dan gletser, ini justru berkontribusi pada naiknya permukaan laut.

Untuk diketahui, selama 25 tahun terakhir, tingkat kenaikan permukaan laut terus meningkat.

"Selama hidup kita tidak akan melihat permukaan laut global turun dalam jumlah yang berarti," sambung Willis.

Willis dan timnya benar-benar memetakan berapa banyak kenaikan permukaan laut yang harus ditangani untuk beberapa generasi mendatang.

Baca juga: Permukaan Laut Dunia Akan Naik 1 Meter dalam 100 Tahun

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau