KOMPAS.com - Rabu (18/12/2019), Kementerian Pertanian mengatakan, hampir 30.000 babi mati karena wabah demam babi Afrika atau flu babi Afrika di Sumatera Utara.
Virus ini diperkirakan akan memusnahkan lebih dari separuh babi ternak tahun ini.
Australia kini sangat khawatir dan memperketat langkah-langkah pengamanan biologis untuk berjaga dari flu babi ini.
Sekalipun tidak berbahaya bagi manusia, penyakit ini bisa membunuh babi dalam beberapa hari, dan kemungkinan kematian mencapai 100 persen menurut Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE).
Baca juga: Apa Itu African Swine Fever, Penyebab Kematian 20.500 Babi di Sumut?
Virus ini termasuk kuat, dan bisa hidup selama tujuh hari tanpa inang, dan bertahan berbulan-bulan dalam produk babi yang dibekukan.
China merupakan yang terbesar saat ini, tetapi penyebaran sedang terjadi di Asia Tenggara, dan yang terburuk di kawasan ini adalah Vietnam dan Filipina.
Pengamat dari Rabobank memperkirakan produksi daging bagi Vietnam akan turun 21 persen tahun ini, bertambah 8 persen tahun depan.
Penurunan di Filipina bisa mencapai 13 persen pada tahun 2020. Rabobank juga mencatat penurunan di China hingga 55 persen tahun ini.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan kepada wartawan, virus itu berhasil dibatasi di Sumatra Utara.
"Penanganan yang sangat serius sedang dilakukan, termasuk mengisolasi area-area tersebut," ujarnya.
Penyakit ini juga terdeteksi di Mongolia, Kamboja, Korea Selatan, Korea Utara, Myanmar dan Timor Leste menurut Bbadan pangan PBB FAO.
Di luar Asia, demam babi ini ditemukan di sebagian Eropa Timur dan Afrika sub-Sahara.
Australia yang terkenal ketat dalam keamanan biologis mereka menghabiskan anggaran 66 juta dollar AUD (lebih dari Rp 637 miliar) guna menangkal virus tersebut.
Namun dalam enam bulan terakhir, pihak berwenang Australia telah menyita 32 ton produk daging babi dari tas penumpang dan paket kiriman.
"Dari situ, 49 persen di antaranya ada yang mengidap demam babi Afrika," kata Margo Andrae, direktur Australian Pork Limited.
Australian Pork Limited memperkirakan wabah demam ini bisa mengakibatkan kerugian sampai 2 milyar AUD (Rp 19 triliun) dalam industri yang nilai totalnya 5.3 milyar AUD (Rp 51 triliun) dan mempekerjakan 36.000 orang.
Australia meningkatkan karantina di Darwin, pelabuhan utama penerbangan dari Timor Leste, yang belum lama ini mengumumkan adanya wabah demam babi.
Sekalipun tak ada peternakan babi di dekat Darwin, banyak babi liar di sana yang bisa menyebarkan infeksi.
Belakangan, Jerman juga meningkatkan pencegahan sesudah penyakit itu ditemukan pada babi liar di perbatasan dengan Polandia.
Baca juga: 4.682 Babi di Sumut Mati karena Penyakit Hog Cholera, Apa Itu?
Harga daging babi di seluruh Asia meningkat, hingga menyumbang inflasi di beberapa tempat.
Angka inflasi China memperlihatkan harga konsumen meningkat hingga 4.5 persen, tertinggi dalam sembilan tahun terakhir, dengan sumbangan besar kenaikan dari harga daging babi.
Menurut ekonom dari Oxford Economics Tommy Wu, kemungkinan akan ada kenaikan tajam dalam beberapa bulan ke depan terutama karena meningkatnya permintaan seiring perayaan Imlek.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.