Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sudah Musim Hujan, Lakukan 7 Hal Ini agar Tidak Tersambar Petir

Kompas.com - 19/12/2019, 09:05 WIB
Ellyvon Pranita,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

KOMPAs.com - Datangnya hujan disertai petir menggelegar acapkali membuat masyarakat khawatir dan takut.

Namun bagi peneliti, petir tidak melulu menjadi suatu hal yang menyeramkan seperti dipikirkan masyarakat.

Disampaikan peneliti petir sekaligus Guru Besar Institut Pertanian Bandung (ITB), Prof Dr Dipl Ing Ir Reynaldo Zoro, petir juga bisa menjadi sahabat kita.

Namun sebelumnya, ada baiknya kita mengenal lebih jauh dulu tentang petir.

Baca juga: Petani Tewas Tersambar Petir, Seberapa Besar Kekuatan Halilintar?

Terjadinya petir

Dilansir dari situs resmi ITB, Zoro mengatakan bahwa petir terjadi karena adanya lompatan elektron-elektron dari awan bermuatan negatif ke bumi yang bermuatan positif.

Namun, terjadinya petir tersebut juga harus memenuhi tiga syarat utama. 

Pertama, adanya panas matahari yang menguapkan air. Kedua, terdapat partikel mengambang di udara yang biasanya dari garam laut atau polutan industri. Ketiga, adanya kelembapan suatu daerah.

Petir terbentuk dari awan Comonolimbous.

Di dalam awan tersebut, terdapat partikel bermuatan positif dan negatif.

Partikel yang bermuatan positif berkumpul di atas, dan negatif berkumpul di bawah. Kemudian keduanya saling bergesekan, sehingga jika energinya cukup maka akan dilepaskan dalam bentuk petir.

Indonesia termasuk sebagai negara dengan jumlah petir yang banyak, karena terletak di daerah khatulistiwa.

Serta, Jawa Barat yaitu Bogor dan Majalengka menjadi daerah di Indonesia yang paling banyak terjadi petir.

"Petir ini ada yang berasal dari muatan positif dan dari muatan negatif. Ada dari awan ke tanah, ada dari tanah ke awan," kata Zoro, Rabu (18/12/2019).

Jika ujung petir cabangnya ke bawah, berarti sumbernya dari awan ke tanah, sementara kalau sebaliknya maka sumber petir tersebut berasal dari tanah ke awan.

"Yang paling banyak terjadi, dari muatan negatif di awan ke bawah (tanah)," tuturnya.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau