Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Studi Menjelaskan Hubungan antara Penyakit Kronis dan Rasa Malu

Kompas.com - 18/12/2019, 19:30 WIB
Ellyvon Pranita,
Sri Anindiati Nursastri

Tim Redaksi

Sumber Mnn.com

KOMPAS.com - Penyakit kronis berdampak pada fisik dan pikiran. Selain mengalami rasa sakit pada tubuh, pasien penyakit kronis juga bisa mengalami depresi.

Depresi yang dialami pasien penyakit kronis bukan hanya dipicu oleh perasaan sedih. Hal yang paling melelahkan dalam berjuang melawan penyakit adalah rasa malu.

Hubungan antara penyakit kronis dan rasa malu dijelaskan dalam studi terbaru yang terbit di jurnal Clinical Psychology & Psychotherapy.

Para ilmuwan dari University of Coimbra di Portugal yang terlibat dalam studi ini menemukan, pasien penyakit kronis memiliki perasaan malu atau minder karena khawatir tentang persepsi publik.

Baca juga: Ahli Temukan 35 Gen yang Sebabkan Penyakit Ginjal Kronis

Dikutip dari Mother Nature Network, rasa malu berasal dari kekhawatiran pasien terhadap persepsi publik dan rasa takut akan belas kasih yang diberikan oleh orang-orang disekitar tentang penyakit kronis yang dideritanya.

Buruknya, rasa malu itu juga yang memicu untuk orang dengan penyakit kronis akan sulit melakukan interaksi sosial.

Rasa malu dari persepsi publik

Menurut Katie WIllard Virant dalam Psychology Today, kebanyakan orang mengalami rasa malu karena penyakit kronis yang dideritanya seolah tampak lebih menonjol di lingkungan sekitarnya.

Hal itu dikarenakan para pasien merasa ada yang berbeda dengan penampilan fisik mereka dan kebutuhan khususnya, bahkan tidak jarang ada yang harus bergantung dengan bantuan teman dan keluarga.

Tidak jarang pula, bagi sebagian orang, penyakit kronis terasa seperti cap negatif di dahi penderita. Oleh sebab itulah para penderita menghindari melakukan interaksi sosial sama sekali karena merasa malu.

Rasa malu dari takut akan belas kasih

Penderita penyakit kronis juga lebih sensitif terhadap bantuan atau pertolongan orang lain, baik teman ataupun keluarga.

Alhasil, bantuan orang lain dianggapnya sebagai belas kasihan sdan itu membuat penderita penyakit kronis menjadi lebih terbebani. Hal tersebut karena merasa dirinya menyedihkan, sehingga perlu dikasihani.

Baca juga: Menyelisik Fakta Kanker Paru, Salah Satu Penyakit Mengerikan di Dunia

Karena rasa bersalah dan cemas ini, mereka cenderung menutup diri untuk berbincang atau menceritakan tentang keluhan atas penyakit yang mereka derita.

Tidak hanya itu, pada kondisi buruknya sisi emosional yang mereka alami justru cenderung semakin menambah rasa malunya.

Rasa malu penderita penyakit kronis harus dihilangkan

Pada prinsipnya sebuah penyakit yang diderita harus diketahui dahulu apa penyebabnya, agar dapat diketahui obat yang tepat. Nah, hal ini juga sama berlaku dengan rasa malu terkait penyakit kronis tersebut.

Seharusnya, kata Presiden Girls With Guts, Alicia Aiello, mereka yang menderita penyakit kronis tersebut dapat membiarkan orang lain tahu apa yang terjadi.

“Orang dengan penyakit kronis ini menahan informasi untuk melindungi diri mereka sendiri atau orang lain, tetapi ini justru bisa lebih menyakitkan,” kata Alicia dalam sebuah organisasi yang didedikasikan untuk mendukung wanita dengan penyakit Crohn dan radang borok usus besar.

Menurut sebuah studi dari jurnal Medical Humanities, menyembunyikan rasa malu terkait penyakit kronis yang diderita sebenarnya dapat menyebabkan tekanan psikologis lebih lanjut. Jika dibiarkan terus berlanjut, dapat meningkatkan stres dan memperburuk kesehatan fisik.

Refleksi diri sebagai mekanisme penyembuhan

Jika Anda mengalami rasa malu yang berkaitan dengan penyakit kronis yang diderita, sebaiknya Anda harus memeriksa terlebih dahulu pemicu utama rasa malu tersebut.

Dikatakan Virant, setelah menemukan pemicu utama rasa malu, cobalah untuk merenungkan apa yang mendasari pemicu itu ada.

“Tanyakan pada diri sendiri: apa yang saya takutkan?” kata Virant.

Beberapa mungkin bisa menjadi sebab dari rasa takut tersebut seperti, terkait penampilan fisik yang berbeda dari orang lain sehingga terlihat menonjol, ataupun harga diri karena ketergantungan dengan orang lain.

Namun, cara terbaik untuk memulai penyembuhan diri Anda adalah dengan mengakui dan menerimanya dengan baik dan jangan justru menjadikan Anda merasa terhina karena hal-hal tersebut.

Baca juga: Penyakit Ginjal Kronis Intai Perempuan Hamil dengan Preeklamsia

Setelah Anda memahami bagian mana dari penyakit yang paling mempengaruhi Anda, cobalah bercerita atau beritahu teman atau orang yang dicintai bagaimana perasaan Anda.

“Jika Anda menyadari diri, bahwa Anda membenci keterbatasan karena penyakit yang Anda derita, hargailah perasaan itu dan biarkan diri Anda bersedih,” ujar Virant.

Jangan biarkan hal itu membuat rasa malu yang Anda rasakan bertambah hingga Anda akan seolah merasa seperti dicekik dan susah bernapas karena rasa malu itu.

“Tapi pisahkan duka dari rasa malu. Cobalah untuk membebaskan diri Anda dari perasaan itu. Ingatkan diri Anda bahwa Anda pantas mendapatkan hal yang lebih baik,” imbuhnya.

Baca juga: Perempuan Rentan Terserang Penyakit Ginjal Kronis, Kenapa Begitu?

Kesadaran diri terhadap pemicu utama dan diikuti dengan dialog atau berkomunikasi dan berinteraksi, akan menjadi bagian penting untuk Anda untuk dapat memerangi stigma negatif yang ada.

Perlu diingat bahwa ada keterkaitan antara rasa malu karena penyakit kronis yang diderita, terhadap kesehatan fisik Anda.

Oleh karena itu rasa malu perlu diatasi, diakui, dan dibicarakan agar Anda yang menderita penyakit kronis dapat menjalani kehidupan terbaik yang Anda bisa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau