Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

TBC Anak Sulit Didiagnosis, Apa yang Harus Dilakukan?

Kompas.com - 16/12/2019, 10:06 WIB
Ellyvon Pranita,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sekitar 13.000 anak usia di bawah lima tahun mengidap TBC setiap tahun di seluruh dunia. Ironisnya, hanya 500 anak yang menjalani perawatan dan pengobatan dengan tepat.

Hal itu disampaikan oleh Kepala Global Drug Facility (GDF), Dr Brenda Waning dalam sebuah acara bertajuk Global Plan Stop TB Partnership, Jakarta, Selasa (10/12/2019).

"Padahal TBC (pada anak) bisa sangat fatal kalo tidak ditangani," kata dia.

Ini karena daya tahan tubuh atau sistem imun pada bayi dan anak-anak lebih lemah daripada orang dewasa. Mereka sangat rentan terpapar kuman jahat yang dapat memicu berbagai penyakit lainnya.

Diagnosa TBC pada anak

Dokter spesialis anak di Haitian Global Health Alliance of Gheskio dr. Vanessa Rouzier berkata, TBC pada anak lebih susah untuk didiagnosa.

"Sayangnya sangat sulit untuk mendiagnosa TBC pada anak-anak, lebih mudah (mendiagnosa TBC) pada orang dewasa," kata dia.

Untuk diketahui, salah satu cara mendiagnosa TBC adalah dengan menguji dahak pasien.

Hasil tes laboratorium akan menunjukkan hasil positif atau negatif TBC.

Namun, ketika anak-anak sedang mengalami batuk, tim medis terkadang sulit mendapatkan dahaknya.

Karena alasan tersebutlah, diagnosis TBC pada anak disebut sulit.

"Orang dewasa itu kalau batuk dapat dahak bisa diambil dan dites, TBC atau bukan. Tapi kalau bayi atau anak-anak, saat batuk, dahaknya biasanya ditelan lagi," ujarnya.

Apa yang harus dilakukan?

Jika Anda memiliki bayi atau anak yang mengalami batuk tak kunjung sembuh disertai demam, Vanessa menganjurkan untuk segera membawanya ke rumah sakit.

Saat di rumah sakit, dokter akan memasukkan selang khusus ke mulut anak untuk mengambil dahaknya.

Beberapa gejala TBC lain yang harus diwaspadai, anak atau bayi mengalami batuk, demam, tubuh selalu menggigil, serta sakit di sebagian tubuhnya.

"Sesekali berat badan mereka turun. Tapi enggak kelihatan gitu pada bayi, jadi lebih seperti berat badannya (bayi) sama terus, dan enggak naik-naik, lebih kayak mereka enggak ada perkembangannya. Begitu aja," ujarnya.

Hal lainnya juga perlu menjadi perhatian, yaitu saat anak sudah memasuki usia satu tahun yang seharusnya sudah mulai belajar jalan, tetapi dia tetap tidak bisa jalan bahkan baru mulai duduk.

"Terus enggak makan banyak, jadi bayinya kecil, ataupun kayak malnutrisi. Di situ Anda harus tahu, bayi Anda lagi enggak sehat," tuturnya.

Namun, ternyata ada hal lain yang selalu menarik bagi Vanessa yang juga menjadi penyebab bayi dan anak-anak susah sekali untuk didiagnosa lebih awal dan segera diobati, yaitu kekhawatiran orang tuanya.

Baca juga: Perencanaan Global Diharapkan Akhiri Epidemi TBC pada 2030

Kekhawatiran yang dimaksudkan Vanessa adalah banyak orang tua yang tidak berani mengatakan bahwa mereka orangtua mengidap TBC karena malu.

Saat orangtua mengalami TBC tapi tidak mau jujur, anak kecil yang tinggal bersama merekalah yang akan menjadi korban.

Anak-anak sangat mungkin tertular TBC.

Ironisnya lagi, banyak juga orangtua yang tetap menutupi gejala yang dialami si anak. Di mana anak justru dibiarkan tanpa pengobatan tepat.

"Emang susah bikin diagnosa TBC, makanya hanya sedikit anak-anak di dunia yang diobati," ucap dia.

Padahal, saat ini obat untuk TBC sudah banyak disediakan gratis oleh kebanyakan negara termasuk Indonesia. Jangan menunggu saat TBC tersebut telah mengalami resistensi obat TBC.

"Enggak ada alasan anak-anak harus mati karena TBC," tegasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau