Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Goo Hara Meninggal, Kenapa Artis Lelah jadi Terkenal dan Picu Depresi?

Kompas.com - 25/11/2019, 10:20 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Eks personel KARA, Goo Hara ditemukan meninggal di apartemennya di kawasan Chengongdam, Korea Selatan, Minggu (24/11/2019) sekitar pukul 18.00 waktu setempat.

Saat ini polisi masih menyelidiki kematian Goo Hara.

Pada Mei 2019 lalu, Goo Hara pernah melakukan percobaan bunuh diri. Dia dikabarkan mengalami depresi.

Dilansir Ilgan Sports, seorang sumber menyebutkan belakangan Goo Hara merasa lelah menghadapi kesulitan hidup.

Baca juga: Sulli f(x) Bunuh Diri, Begini agar Orang Terdekat Tak Lakukan Hal Sama

"Kesulitan yang dialaminya terus berdatangan. Jadi itu membuatnya lelah," ujar sumber yang dekat dengan Goo Hara.

Untuk diketahui, pada Mei lalu penyanyi cantik ini pernah dikabarkan melakukan percobaan bunuh diri.

Dilansir Alkpop, Goo Hara sempat mengunggaah pesan mengenai rasa sakit dan dampak ucapan negatif sseseorang.

"Bersikap tak lelah saat aku merasakannya. Berpura-pura tak sakit saat aku merasakannya. Setelah bertahun-tahun hidup dalam tekanan. Aku tampak baik-baik saja, tapi aku mulai hancur dari dalam," tulis Goo Hara, mengutip tulisan seseorang bernama Kim Tokki.

Lantas, kenapa banyak tokoh terkenal merasa lelah dan akhirnya timbul depresi hingga keinginan mengakhiri hidup?

Dokter spesialis kesehatan jiwa, dr. Dharmawan AP, SpKJ, mengatakan, kasus Hara mirip seperti apa yang dilakukan rekan sejawatnya, Sulli F(x).

Diberitakan sebelumnya, mantan personil girlband F(x) Choi Jin-ri atau yang akrab disapa Sulli ditemukan tewas di rumahnya di Seongnam, Seoul, Senin (14/10/2019).

Dharmawan berkata, seorang artis atau tokoh terkenal sangat mungkin merasa lelah dalam pekerjaannya. Semua orang memang merasa lelah, tapi artis terkenal mendapat tekanan lebih karena semua gerak-geriknya menjadi sorotan.

"Dia pernah bilang kalau lelah dan enggak nyaman. Ini karena beberapa fakta, salah satunya diburu pekerjaan," kata Dharmawan dihubungi Kompas.com, Senin (25/11/2019).

Semakin tinggi jam terbang selebriti atau tokoh idol, sangat mungkin dia semakin dijadikan mesin uang oleh agensi yang menaungi namanya.

Seorang artis bisa saja terus dibanjiri pekerjaan terus menerus hingga bosan dan akhirnya kelelahan.

"Kemudian dia bilang enggak nyaman jadi orang terkenal. Karena kan orang terkenal enggak punya privasi, sering disorot. Terlebih lagi sejak ada media sosial. Artis ngapain terus dikomentari 'masa artis kayak gitu'. Padahal artis kan juga manusia," ujar Dharmawan.

Tekanan-tekanan seperti inilah yang akhirnya membuat banyak artis menjadi depresi.

Selain hal tersebut, Dharmawan melihat bahwa kebanyakan artis korea yang depresi kemudian memilih bunuh diri berada di usia awal 20 sampai akhir 30 tahunan.

Pada usia-usia seperti ini, fase hidup seseorang sedang ingin mencari eksistensi dan jati diri.

"Setelah lulus kuliah kemudian kerja beberapa tahun, (banyak) yang mulai bungung hidup harus ke mana arahnya. Nah kalau dia bisa lewati fase ini, berikutnya nanti menjelang 30 tahun, sekitar 27 atau 28 tahun, begitu lagi (bingung kemana). Karena fasenya berubah lagi," kata Dharmawan.

Hal ini tertuang dalam teori perkembangan psikososial Erik H. Erikson, di usia 20 hingga 30 tahunan, seseorang berada dalam tahap siap untuk membangun hubungan yang dekat dan berkomitmen dengan orang lain.

Jika seseorang gagal melewati tahapan ini atau memiliki sedikit kepekaan diri, maka akan timbul rasa keterasingan dan jarak dalam interaksi dengan orang lain.

Akibatnya, orang tersebut sering terisolasi secara emosi, merasa sendiri, hampa dan depresi.

"Usia-usia tersebut memang rentang mengalami depresi karena keberadaan atau eksistensi diri. Ini ada hubungannya dengan teori perkembangan psikososial yang digagas oleh Erik H.Erikson," ujar Dharmawan.

Kepekaan diri cegah depresi

Kepada Kompas.com, Dharmawan pernah mengatakan dalam fase rentan usia 20-30 tahunan, penting seseorang memiliki kepekaan diri.

Jika gagal mengenali diri sendiri, maka kita rentan untuk mengalami krisis eksistensi diri.

Dharmawan menjelaskan, depresi bisa dialami siapa saja, tidak hanya mereka yang hidup dalam popularitas.

Prevalensi depresi pun telah mencapai 15 persen dari seluruh populasi.

"Depresi itu penyakit otak. Siapapun bisa mengalaminya dan variasinya macam-macam, ada depresi ringan, sedang dan depresi dengan gejala somatik hingga depresi berat dengan munculnya niat bunuh diri," ucapnya.

Sayangnya, banyak orang yang tidak peka dengan gejala depresi. Penyebab utama depresi, imbuhnya adalah exhausted atau rasa lelah yang berlebihan.

Untuk itu, ia menyarankan agar kita lebih mengenali diri sendiri sehingga tahu kapan waktunya tubuh kita memerlukan istirahat.

"Kita harus bisa mengenali diri sendiri sehingga bisa melakukan manajemen stres," ungkapnya.

Baca juga: Bom Medan, Mengapa Teroris Rela Bunuh Diri untuk Kelompoknya?

Bila Anda membutuhkan informasi konseling dan layanan pencegahan bunuh diri, Anda bisa menghubungi nomor-nomor berikut:

Rumah Sakit Jiwa Dr Soeharto Heerdjan Jakarta di Jl Dr Latumeten No 1 Jakarta 11460. Telp. 021-5682841-43

Hotline Kementerian Kesehatan: 1-500-454

Kepolisian terdekat, Call Center 021-91261059

World Suicide Hotlines Indonesia: 500-454

Sumber: Kompas.com (Ariska Puspita Anggraini)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau