Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengalaman Orang-orang Mati Suri, Bagaimana Sains Menjelaskannya?

Kompas.com - 31/10/2019, 18:05 WIB
Shierine Wangsa Wibawa

Penulis

KOMPAS.com - Menurut penelitian, sekitar 4-15 persen penduduk dunia pernah mengalami mati suri. Dengan angka yang lumayan besar itu, harusnya mati suri tidak lagi menjadi misteri.

Namun, nyatanya tidak demikian. Masih banyak pertanyaan mengenai mati suri yang belum terungkap, dan para ahli masih terus berusaha untuk mencari jawabannya.

Salah satu pendekatan yang dilakukan oleh para ahli adalah menyelidiki pengalaman orang-orang yang mati suri.

Dalam sebuah studi yang dipublikasikan di Frontiers Research of Neuroscience tahun 2017, Charlotte Martial dari University Liège di Belgia dan timnya mengumpulkan beragam pengalaman orang-orang yang pernah mengalami mati suri atau Near Death Experience.

Secara total, Martial dan timnya berhasil mengumpulkan 154 kisah mati suri dari 154 orang yang berbeda.

Baca juga: Ketindihan dan Melihat Hantu Saat Tidur? Ini Penjelasan Ilmiahnya

Dari seluruh responden ini, 80 persen melaporkan merasakan kedamaian saat mati suri, 69 persen melihat cahaya terang dan 64 persen menemui roh-roh orang yang sudah meninggal.

Sebaliknya, pengalaman yang paling jarang dirasakan adalah pikiran yang lebih cepat (5 persen) dan pengelihatan masa depan (4 persen).

Sepertiga dari responden juga mengaku mengalami sensasi pemisahan roh dan akhirnya kembali lagi ke tubuh.

"Ini menunjukkan bahwa pengalaman mendekati kematian selalu bermula dari keluar dari tubuh fisik dan berakhir saat kembali lagi," kata Martial, seperti dikutip Science Daily, 26 Juli 2017 lalu.

Baca juga: Kasus Orang Pura-pura Mati di Sampang, Bagaimana Sains Melihat Mati Suri?

Tidak benar-benar mati

Sayangnya, pengalaman 154 orang ini hanya mengungkap rasanya mati suri dan tidak bisa dijadikan kesaksian tentang kehidupan setelah kematian.

Pasalnya, menurut sains, seseorang yang mengalami mati suri mungkin sebetulnya tidak benar-benar mati.

Ada seorang dokter dari Oregon Emergency Room yang bernama Mark Crislip. Crislip pernah menelaah hasil elektroensefalograf (EEG) terhadap pasien-pasien yang disebut mati suri.

Untuk diketahui, EEG merupakan metode untuk merekam aktivitas elektrik di sepanjang kulit kepala dan mengukur fluktuasi tegangan yang dihasilkan oleh arus ion di dalam otak.

Hasilnya, mayoritas pasien-pasien yang disebut mati suri ini dalam studi Crislip tidak benar-benar mati. Hanya sedikit pasien yang memiliki garis datar atau otaknya benar-benar mati saat mati suri. Itu pun paling lama hanya terjadi selama 10 detik sebelum pasien sadar kembali.

Kesalahan ini dikarenakan sulitnya mendefinisikan kematian itu sendiri. Kematian melibatkan berhentinya berbagai macam mekanisme dalam tubuh. Itulah yang membuat para peneliti hingga sekarang belum bisa menentukan apakah kematian adalah suatu kejadian atau momen tertentu, atau sebuah proses?

Baca juga: Kisah 154 Orang yang Mati Suri Diungkap, Ini yang Mereka Alami...

Menjelaskan pengelihatan orang mati suri

Lantas, bila tidak benar-benar mati, bagaimana sains menjelaskan pengelihatan orang-orang yang mati suri?

Sebuah studi yang dipaparkan di European Academy of Neurology Congress pada bulan Juni 2019 mungkin bisa menjawabnya.

Menurut para ahli yang menulis studi ini, mati suri mungkin ada hubungannya dengan gangguan tidur pada tahap REM, tahap dalam siklus tidur di mana seseorang bermimpi sementara ototnya mengalami kelumpuhan.

Orang-orang yang sering mengalami gangguan tidur REM, misalnya ketindihan, ternyata juga memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk mengalami mati suri.

Para ahli menemukan hal ini setelah menganalisis informasi dari 1.034 orang di 35 negara. 289 di antaranya melaporkan pernah mengalami mati suri, dan 106 di antaranya dianggap benar-benar mengalami mati suri setelah mengisi survei yang diberi oleh para ahli.

Baca juga: Bisakah Mati Suri Dijadikan Bukti Adanya Alam Baka?

47 persen responden yang pernah mengalami mati suri melaporkan gejala gangguan tidur REM. Proporsi ini jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan responden yang tidak pernah mengalami mati suri, yakni hanya 14 persen saja.

Melihat hal ini, para ahli pun berpendapat bahwa beberapa pengalaman mati suri bisa merefleksikan kemunculan tiba-tiba dari fitur-fitur menyerupai tidur REM di otak.

Menanggapi hasil temuan ini; Dr Kevin Nelson, seorang profesor neurologi di University of Kentucky yang tidak terlibat dalam studi ini tetapi juga pernah melakukan penelitian tentang kaitan mati suri dengan gangguan tidur REM berkata bahwa orang-orang yang mengalami mati suri mungkin memiliki mekanisme otak yang berbeda.

Menurut dia, otak orang-orang yang mati suri mungkin mencampur kesadaran saat bangun dengan kesadaran saat tidur REM, seperti mimpi, sebagai reaksi ketika menghadapi krisis dan nyaris mati. Pencampuran inilah yang kemudian menjadi pengelihatan saat mati suri.

Sumber: Kompas.com (Yunanto Wiji Utomo, Michael Hangga Wismabrata dan Shierine Wangsa Wibawa)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau