Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Serba-serbi Depresi, Penyakit yang Diderita Nunung

Kompas.com - 24/10/2019, 12:05 WIB
Sri Anindiati Nursastri

Penulis

KOMPAS.com – Anak sulung komedian Nunung, Bagus Permadi, baru-baru ini mengatakan ibunya sudah lama menderita depresi. Namun, penyakit tersebut kerap disembunyikan Nunung.

Baca juga: Lama Idap Depresi, Nunung Sembunyikan Penyakitnya dari Keluarga

Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa, dr Dharmawan Ardi Purnama, Sp.KJ mengatakan bahwa depresi merupakan sebuah penyakit yang harus diobati.

“Nunung berobat atau enggak? Karena depresi itu penyakit yang harus diobati. Bukan ke psikolog tapi ke dokter. Kalau dokter umum tidak bisa menangani, harus ke psikiater,” tutur dr Dharmawan kepada Kompas.com, Kamis (24/10/2019).

Gejala Mayor dan Minor

dr Dharmawan mengatakan ada dua gejala dari depresi, yaitu mayor dan minor.

Gejala mayor mencakup hal-hal seperti kehilangan minat, mudah lelah, perasaan bosan, sedih, hampa, dan kosong.

Sementara gejala minor mencakup susah tidur, hilang nafsu makan, merasa kehilangan, pesimis dan kehilangan harapan, nyeri otot badan, dan sakit kepala.

“Bagaimana melihat tanda-tanda depresi? Jika dalam dua minggu, setiap hari, ada minimal 2 gejala mayor dan 1 gejala minor yang dirasakan,” tutur dr Dharmawan.

Baca juga: Apa Beda Stres dan Depresi? Ini Kata Ahli

Ia mencontohkan, jika kita merasa cepat lelah tanpa aktivitas fisik yang bermakna sekaligus kehilangan minat, tidak ada gairah, keinginan untuk melakukan hobi hilang.

“Jika terjadi setiap hari selama minimal dua minggu, itu berarti depresi,” tambahnya.

Komedian Nunung dibopong suami dan anaknya saat lemas dan hampir pingsan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (23/10/2019).KOMPAS.COM/Dian Reinis Kumampung Komedian Nunung dibopong suami dan anaknya saat lemas dan hampir pingsan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (23/10/2019).

Penyebab dan Tipe Depresi

“Depresi itu sakit mental. Pasti ada faktor pencetus, namun juga merupakan faktor genetik,” tutur dr Dharmawan.

Mengapa faktor genetik? Dokter yang praktek di RS Gading Pluit tersebut menyebutkan, tiap pasien punya resiliensi mental. Inilah yang merupakan bawaan dari garis keturunan.

“Jika resiliensi mental pada garis keturunannya tidak kuat, maka depresi akan lebih mudah terjadi,” tambah ia.

Baca juga: Sering Jadi Pemicu Bunuh Diri, Kenali Gejala Depresi Berikut

Tak hanya satu, depresi memiliki beberapa tipe dan jenis. dr Dharmawan menyebutkan depresi terbagi menjadi level ringan, sedang, dan berat. Jenisnya sangat banyak tergantung gejala, mulai dari somatik sampai psikotik.

“Depresi dengan gejala somatik misalnya, hadir dengan keluhan fisik termasuk insomnia. Depresi dengan gejala psikotik mengalami halusinasi, ada bisikan-bisikan suara,” tuturnya.

Ada pula depresi dengan gejala serius seperti keinginan untuk bunuh diri.

“Ini merupakan kondisi gawat darurat. Pasien harus diberikan terapi langsung seperti kejut listrik,” tuturnya.

Pengobatan dan Terapi

Jika pasien mencetuskan ide bunuh diri, ada dua opsi yang bisa dilakukan yaitu terapi kejut listrik (Electroconvulsive Therapy/ ECT) dan terapi magnet (Repetitive Transcranial Magnetic Stimulation/RTMS).

“Terapi kejut listrik itu pasien dibius terlebih dahulu, kemudian diberi sejumlah dosis listrik sesuai dengan ambang kejangnya,” tutur dr Dharmawan.

Sementara itu untuk RTMS, lanjutnya, pasien tidak perlu dibius karena terapinya tidak menyakitkan.

“Pakai magnet yang merangsang ke otak. Tidak pakai bius dan tidak sakit,” tambahnya.

Ilustrasi depresi pasca melahirkanShutterstock.com Ilustrasi depresi pasca melahirkan

Berapa lama depresi bisa sembuh? dr Dharmawan menyebutkan, pengobatan seperti yang disebutkan di atas bisa berlangsung empat hingga enam bulan lalu dilanjutkan dengan psikoterapi.

“Kembali lagi pada kondisi resiliensi mental pasien. Ada juga yang sampai satu atau dua tahun, ada yang jauh lebih cepat,” paparnya.

Baca juga: Untuk Orang yang Gampang Depresi, Begadang Mungkin Baik

Psikoterapi yang diberikan juga tergantung masing-masing pasien. dr Dharmawan menjelaskan ada pasien yang diberikan Cognitive Behaviour Therapy (CBT) atau Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT).

“Ada juga yang menggunakan logo therapy, terapi eksistensial, tiap pasien bisa berbeda. Jadi depresi itu bukan karena kurang iman dan kurang doa. Harus diingat ya,” tutupnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau