Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Asma, Penyakit Tidak Menular yang Paling Banyak Diidap Orang Indonesia

Kompas.com - 15/10/2019, 11:09 WIB
Ellyvon Pranita,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Data Kemenkes mengungkap, angka prevalensi kasus Penyakit Tidak Menular (PTM) selama 2013-2018 meningkat sampai 34 persen di Indonesia.

Jenis PTM ada banyak. Sebagai contoh alergi, diabetes, rematik, depresi, hipertensi, stroke, paru-paru basah, dan asma.

Dari sekian banyak kasus PTM, yang paling banyak diidap masyarakat adalah asma.

Data menunjukkan, 4,5 persen penduduk Indonesia menderita asma. Jumlah kumulatif kasus asma sekitar 11.179.032 penderita.

Baca juga: Angka Kasus Penyakit Tidak Menular di Indonesia Melonjak, Ini Sebabnya

Data survei yang dilakukan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes), tingginya penderita penyakit asma berkontribusi terhadap beban ekonomi pada anggaran BPJS kesehatan.

Hal ini akan menjadi salah satu faktor yang memicu defisit BPJS Kesehatan sebesar Rp 28,5 triliun pada akhir tahun 2019.

Hal ini tentu saja menjadi masalah serius. Untuk menghindari mortalitas atau kematian karena asma, sejumlah lembaga kesehatan bekerja sama untuk melakukan program intervensi terkait penanganan asma.

Program intervensi yang dilakukan bertujuan untuk mengatasi kesenjangan yang ditemukan dalam penelitian formatif sebelumnya, guna mendorong hasil yang lebih baik bagi pasien asma.

Kerjasama antar lembaga ini melibatkan Project Hope, AstraZeneca, Universitas Gajah Mada dan Kementerian Kesehatan.

Empat lembaga tersebut menjalankan program intervensi asma selama lima bulan dan melibatkan puluhan puskesmas di tiga kabupaten Indonesia, yakni Bandung (20 puskesmas), Bantul (27 puskesmas), dan Banjar (24 puskesmas).

Dikatakan Country Representative of Project HOPE Indonesia, Agus Soetianto MIPH MHM, puskesmas atau klinik dipilih sebagai sampel penelitian karena puskesmas dianggap sebagai unit pertama yang dikunjungi pasien yang ingin melakukan pengobatan. Selain itu, puskesmas juga menjadi lini pertama layanan kesehatan yang ditanggung BPJS sebelum dirujuk ke rumah sakit.

"Tiga daerah tersebut dipilih karena beban penyakit asma berada tinggi di atas 6,4 persen hingga 7 persen (di sana), dan itu di atas rata-rata nasional sekitar 2,7 persen," kata Agus di Jakarta, Senin (14/10/2019).

Baca juga: Bukan Mitos, Tertawa Terlalu Kencang Bisa Picu Serangan Asma

Kesenjangan penyakit asma

Seperti dijelaskan sebelumnya, program intervensi yang dilakukan Agus dan koleganya bertujuan untuk mengatasi kesenjangan penanganan penyakit asma.

Agus mengatakan, ada lima kesenjangan penyakit asma di puskesmas.

  1. Pendidikan dokter umum tentang tata laksana asma baik itu tentang penyakit maupun terapi.
  2. Pendistribusian pedoman asma dari Departemen Kesehatan.
  3. Mengembangkan buku pasien asma dan melakukan train the trainer.
  4. Pendampingan klinis oleh pulmonologi.
  5. Ketersediaan obat-obatan dan insfratruktur.

Hasil intervensi penyakit asma selama lima bulan menunjukkan, sebagian besar pasien asma yang datang ke puskesmas berada dalam usia produktif. Sekitar 20 persen pasien asma merupakan anak usia sekolah berumur 6-19 tahun, dan 46 persen adalah dewasa usia kerja pada rentang umur 20-55 tahun.

"Juga dari progam intervensi ini, 500 tenaga kesehatan dan lebih dari 400 pasien meningkat pengetahuannya untuk taat terhadap tata laksana pengobatan klinis asma yang baik," ujarnya.

Hasil dari program intervensi inilah yang dinyatakan Agus, harusnya menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah untuk menyediakan solusi bagi pengobatan asma dari tingkat pertama pelayanan kesehatan yaitu puskesmas.

"Dengan menurunkan angka bebas kematian akibat asma, akan menurunkan juga beban ekonomi keluarga dan pemerintah," tutup dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau