KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto diserang orang tak dikenal pada Kamis siang (10/10/2019). Saat turun dari mobil, Wiranto tiba-tiba ditusuk sehingga menimbulkan dua luka di perut kirinya.
Atas kejadian ini, internet dibanjiri pemberitaan tentang Wiranto. Publik pun ramai membahas penyerangan tersebut di berbagai lini, termasuk media sosial dan grup percakapan.
Namun ironisnya, dari sekian banyak komentar tentang tragedi yang menimpa Wiranto, sebagian orang justru merasa "senang".
Kenapa ada orang yang menunjukkan respons seperti ini?
Baca juga: Penemuan yang Mengubah Dunia: Kunai, Senjata Naruto untuk Tusuk Wiranto
Menjawab pertanyaan ini, Kompas.com menghubungi psikolog sosial Hening Widyastuti.
Menurut Hening, kasus penyerangan Wiranto dan komentar publik erat kaitannya dengan kasus politis yang sifatnya rentan dan sensitif.
"Pak Wiranto menjabat sebagai Menko Polhukam, ada kaitan secara langsung atau tidak langsung, yang bertanggung jawab dengan situasi kondisi keamanan saat ini yang tidak stabil di Indonesia," ujar Hening.
"Kasus demo di mana-mana, serang-menyerang lewat media sosial maupun di lapangan antara pendukung yang satu dan yang lain, belum kasus kemanusiaan di Papua, dan lain sebagainya," kata Hening.
Semua topik keamanan yang terjadi di Indonesia saat ini, menurut Hening, telah menjadi trending topic di masyarakat Indonesia dan dunia.
Hening mengatakan, apa yang sudah masuk dalam ranah politik pasti akan menjadi sesuatu yang sangat sensitif.
Dia mengatakan, dalam sekejap, yang tadinya kawan karena kepentingan pribadi dan golongan bisa berubah menjadi lawan.
Begitu pula dengan rasa fanatik yang ada dalam diri seseorang kepada pilihan salah satu partai politik atau figur publik.
Bila pendukung suatu parpol atau tokoh publik yang fanatik memiliki pikiran dan emosi tidak terkontrol, dia bisa menjadi gelap mata dan memupuk akar kebencian terhadap orang lain yang merupakan lawan politik.
"Bila ada seseorang yang dianggap sebagai lawan politik dari yang didukung, bila terjadi musibah atau accident pada mereka, maka (orang yang sudah menyimpan rasa benci) akan senang bahagia di atas penderitaan orang lain," kata Hening.
Baca juga: Wiranto Ditusuk, Bagaimana Pertolongan Pertama bila Ditusuk?
Oleh sebab itu, Hening berkata bahwa fenomena warganet bahagia ketika Wiranto mengalami musibah, erat kaitannya dengan rasa dendam yang terpendam.
Rasa dendam ini muncul dari perasaan merasa disakiti dan dikhianati oleh pemerintah yang adalah pemegang kendali keamanan dan kestabilan negara di mana jabatan Menko Polhukam diduduki Wiranto.
"Mungkin awalnya karena merasa dikecewakan oleh pemerintah, karena erat kaitannya dengan situasi Papua dan demo krisis kemanusiaan, akan menimbulkan rasa benci yang sangat dalam kepada masyarakat," ungkapnya.
"Akhirnya, ketika ada musibah (pada Wiranto) yang harusnya kita merasa prihatin, belum tentu hal yang sama dirasakan mereka (yang kecewa). Ini malahan jadi kabar gembira, berita yang menyenangkan," paparnya.
Menurut Hening, kedua hal ini secara tidak langsung berkaitan dengan karut-marut situasi ekonomi, sosial, keamanan, serta politik yang tidak stabil di Indonesia.
Meski Hening mengatakan hal ini muncul karena rasa dendam, dalam artikel Kompas.com (19/9/2014) menyebutkan bahwa menyimpan rasa dendam tak ada manfaatnya.
Dendam kepada seseorang justru bisa berdampak buruk bagi kesehatan, salah satunya memicu stres.
"Kita semua memiliki orang-orang yang tidak kita suka, tapi ada dampak buruk dengan menyimpan perasaan marah pada mereka," ujar Psikolog, Seth Meyers.
Dalam laporan yang terbit di jurnal Psychological Science, berpikir negatif dan rasa dendam dapat memicu denyut jantung dan tekanan darah lebih tinggi dibanding mereka yang mau memberi maaf.
Baca juga: Paska Penusukan Wiranto, Ini Kata Psikolog Untuk Menjaga Psikologis Anak
Coba memaafkan
Coba bertanya pada diri sendiri, apakah oang yang tidak disukai itu penting bagi kehidupan atau tidak.
Salah satu cara untuk tidak menyimpan dendam, disebut dalam jurnal tersebut adalah berfokus pada kehidupan masing-masing.
Menghilangkan perasaan dengki dan dendam setidaknya akan membuat jiwa dan raga menjadi sehat.
Sumber: Kompas.com (Dian Maharani)
Baca juga: Menurut Guru Besar UGM, Ada Echo Chambering dalam Sinisnya Warganet pada Wiranto
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.