Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontroversi Joker, Psikolog Jelaskan Kenapa Film Ini Bukan untuk Anak

Kompas.com - 10/10/2019, 09:04 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Kisah kelam Joker, si badut jahat dari Kota Gotham, berhasil menarik perhatian masyarakat dunia, termasuk Indonesia.

Berbagai portal media sosial dipenuhi perbincangan tentang Joker.

Salah satu yang hangat dibahas adalah pro kontra banyaknya anak di bawah umur yang ikut menonton Joker.

Rating R dan 17+ yang terpampang pada poster film pun tak lagi diindahkan. Padahal, rating R dan 17+ sendiri artinya film tersebut tak boleh ditonton anak di bawah umur.

Baca juga: Bercermin dari Joker, John Nash, dan 13 Reasons Why soal Kita dan Gangguan Kesehatan Jiwa

Bukan film untuk anak

Di Amerika, film Joker diberi rating R. Sementara di Indonesia, situs resmi Lembaga Sensor Film (LSF) mengklasifikasikan Joker sebagai film 17+.

Untuk informasi, rating R (Restricted) artinya terbatas. Anak-anak di bawah usia 17 tahun yang menonton film rating R harus didampingi orangtua atau orang dewasa.

Ini karena film rating R mengandung konten dewasa seperti aktivitas orang dewasa, bahasa yang kasar, kekerasan grafis yang intens, dan lain-lain.

Sementara film 17+ di Indonesia artinya film ini memuat adegan yang sesuai untuk penonton berusia di atas 17 tahun. Unsur seksualitas dan kekerasan disajikan secara proporsional dan edukatif, serta tak ada adegan sadisme.

Untuk film yang diperankan Joaquin Phoenix, banyak menganduk kekerasan, adegan mengaduk emosi, dan situasi sangat komplek yang sulit diterima anak-anak.

Setidaknya hal tersebut disampaikan oleh psikolog anak dari Pion Clinician, Astrid W.E.N.

Analisis psikolog anak

Dihubungi Kompas.com Rabu (09/10/2019), Astrid mengatakan bahwa film Joker tidak cocok untuk anak-anak.

Seperti disebutkan di atas, film Joker diberi rating R oleh AS dan di Indonesia masuk kategori 17+.

Menurut Astrid, film yang diklasifikasikan dalam rating R atau 17+ merupakan film yang lebih cocok untuk ditonton orang dewasa di atas 17 tahun.

Pasalnya, remaja di usia 17 tahun sudah dapat berpikir matang dan bisa menonton sebuah film kompleks secara mandiri.

Kalaupun ditonton oleh remaja, Astrid menyebut, paling tidak remaja berusia 15 tahunan dan dengan syarat didampingi orang dewasa.

"Dari keterangan rating R itu sebenarnya untuk anak remaja, tapi anak remajanya enggak boleh (nonton) sendiri, harus didampingi orangtua atau orang dewasa. Jadi sebenarnya cocoknya memang untuk orang dewasa di atas usia 17 tahun yang memang sudah bisa nonton mandiri," kata Astrid dihubungi Kompas.com melalui sambungan telepon, Rabu (9/10/2019).

"Dari sini sebenarnya kita juga tahu kalau film ini berat dan enggak cocok untuk anak-anak," imbuh dia.

Astrid mengatakan, film dengan rating R atau 17+ yang ditonton anak-anak akan berdampak buruk bagi perkembangannya.

Dia mengibaratkan, hal ini sama seperti ketika anak-anak diberi makanan yang tidak baik untuk kesehatan fisik mereka.

"Kayak bayi belum ada gigi, tapi udah dikasih makan makanan yang keras. Jadi enggak cocok," ungkapnya.

Baca juga: Joker dan Ungkapan Orang Jahat adalah Orang Baik yang Tersakiti dari Kacamata Psikolog

Dari pengalaman Astrid menonton Joker, dia melihat film berdurasi 122 menit ini menyuguhkan kisah kelam, menyeramkan, dan penuh emosi dalam bentuk visual.

Film dengan jalan cerita seperti Joker, jika ditonton oleh orang dewasa saja bisa menimbulkan pengalaman dan makna berbeda.

Film ini pun dapat menumbuhkan emosi negatif pada orang dewasa, salah satunya mengubah suasana hati seseorang usai menonton Joker.

"Karena ibaratnya, kalau film punya suasana yang kelam, penonton setidaknya harus sehat mental," ungkapnya.

"Ketika lagi capek, stres, ya pasti nguras energi banget. Nah kebayang enggak kalau ini ditonton sama anak kita," tanya Astrid.

Hal semacam inilah yang harus disadari oleh orangtua.

Joker, kisah kompleks yang sulit dimengerti anak

Menurut Astrid, sisi baik dari film Joker adalah orang dewasa lebih mengerti akan pentingnya kesehatan mental, pentingnya untuk tidak melakukan kekerasan terhadap anak, juga pentingnya tidak mengabaikan anak.

Namun di sisi lain, film Joker juga menyajikan dampak trauma dari masa lalu .

"Hal inilah yang tidak bisa dimengerti anak, karena memang sangat kompleks," ungkap Astrid.

Astrid menjelaskan, pengertian kompleks dalam film Joker baru bisa diterima dan dipahami ketika pikiran anak lebih matang.

"Seperti pemahaman, kenapa sih orang bisa jadi jahat? Hal ini belum bisa dimengerti oleh anak, karena memang pengertian ini kompleks. Pengertian seperti kenapa sih orang bisa jadi jahat, kekompleksitasannya bisa dipahami secara objektif oleh anak-anak remaja usia 14-15 tahun, itu pun didampingi orangtua," jelasnya.

Baca juga: Tertawa Saat Sedih, Kondisi Karakter Joker Namanya PBA dan Bukan Fiksi

Astrid menjelaskan, bukan mengetahui mana baik dan mana buruk. Akan tetapi mengerti kekompleksitasan cara berpikir baru dapat dimengerti anak usia remaja di usia 14-15 tahun.

Meski dianggap sudah lebih matang, remaja seusia anak SMA juga masih butuh pendampingan saat menonton film sejenis Joker.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com