Selain itu, peringatan dini tsunami yang dikeluarkan BMKG hanya berdasarkan ciri khusus sebuah gempa, yakni gempa di laut dengan kekuatan lebih dari M 5,0 dan kedalaman kurang dari 10 kilometer.
Sejauh pengamatan Surono, sulit memastikan apakah gejala terkait GAK adalah pertanda runtuhan atau akvitas vulkanik.
"Data GAK sulit untuk dibedakan, itu aktivitas vulkanik atau tanda-tanda (akan) longsor," jelasnya.
Sebagai ahli vulkanologi, Surono berpengalaman mengamati aktivitas gunung api dan gerakan tanah longsor. Menurut dia, sulit untuk benar-benar tahu kapan dan berapa volume longsor yang akan terjadi.
Baginya, yang terpenting adalah memberi keputusan yang tepat bagi masyarakat di sekitar lokasi bakal bencana.
"Ketika jelas ada gerakan (tanah), segera putuskan untuk mengungsikan warga. Jika tidak ada longor, syukur. Saat terjadi longsor pun masyarakat aman (karena) sudah mengungsi," tegasnya.
Baca juga: Tubuh Gunung Anak Krakatau Hilang Lebih dari Setengah, Ini Dampaknya
Masih menurut Surono, untuk kasus GAK, ketika aktivitas vulkanik gunung meningkat, temperatur di laut pasti naik.
Selain temperatur, tubuh GAK juga akan mengembung atau bergetar, yang disebut deformasi.
Ketika deformasi terjadi, banyak jenis gempa terekam. Misalnya gempa frekuensi rendah, gempa dangkal, gempa dalam, atau gempa hobrid.
"Walau kita tahu GAK rawan longsor, apa hal di atas itu bisa memastikan tanda-tanda akan longsor? Saya enggak percaya pada saat real time, ahli bisa bedakan, 'Oh ini tanda akan longsor (...), bukan tanda aktivitas vulkanik,'" ujar Surono.
"Tanpa mengurangi rasa hormat, masalah krisis aktivitas gunung api dan longsor, saya masih jagokan ahli-ahli Indonesia," tukasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.