KOMPAS.com - Skala kerusakan yang diakibatkan oleh tsunami yang berasal dari gunung berapi yang longsor ke laut dipandang terlalu remeh.
Itulah kesimpulan analisis terbaru terhadap foto-foto satelit Anak Krakatau yang memperlihatkan keadaan pasca longsornya lereng pada bulan Desember tahun lalu.
Volume materi yang jatuh ke air sebenarnya relatif kecil, tetapi gelombang yang ditimbulkannya menghancurkan wilayah sekitar Selat Sunda, dengan tingkat kerusakan sama dengan skala yang kejadiannya lebih besar.
Lebih dari 400 orang meninggal dalam bencana tanggal 22 Desember 2018 sementara 7.000 orang lainnya terluka dan hampir 47.000 orang mengungsi dari rumah mereka.
Baca juga: Tubuh Gunung Anak Krakatau Hilang Lebih dari Setengah, Ini Dampaknya
Dr. Rebecca Williams dari Hull University, Inggris dan rekan-rekannya mengkaji foto-foto citra satelit yang diambil sebelum, pada saat dan setelah kegiatan gunung berapi Anak Krakatau yang memicu longsornya lereng.
Data radar ini penting untuk analisis karena teknik penginderaan jarak jauh dapat mengetahui permukaan daratan dalam keadaan gelap, tertutup awan, atau tertutup abu letusan gunung berapi.
Melalui foto ini, tim Dr. Williams bisa menghitung dengan akurat volume materi yang hilang saat longsor, serta mengkaji tahapan-tahapan kejadian yang kemudian menciptakan gundukan settinggi 100 meter di atas permukaan laut.
Volume daratan yang longsor diperkirakan sekitar 0,1 km3. Ini adalah sepertiga dari volume yang diperkirakan memicu tsunami yang terjadi pada tanggal 22 Desember.
Tahun 2012 para imuwan telah membuat model terkait apa yang akan terjadi jika lereng barat Anak Krakatau longsor. Mereka bahkan telah memperkirakan tinggi dan waktu kedatangan gelombang di garis pantai.
Perkiraan tersebut ternyata cukup akurat. Mereka memperkirakan tsunami menghasilkan massa seberat 0,3 km3.
"Kemungkinan terdapat sejumlah kesalahan dalam rinciannya, tetapi kami yakin bahwa tsunami disebabkan oleh porsi yang sangat kecil dari lereng yang longsor," Dr Williams menjelaskan.
"Lewat foto-foto satelit, kami menyaksikan sejumlah perubahan geomorfologi yang sangat dramatis. Ini disebabkan oleh erupsi, bukan oleh longsor yang terjadi di awal," katanya kepada BBC News.
(1) Gunung berapi meletus secara periodik dan terus-menerus.
(2) Pada tanggal 22 Desember lereng baratnya ambruk, menyebabkan gelombang yang merusak sekitarnya.