Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Minyak Kelapa Sawit dan Karhutla di Indonesia, Apa Hubungannya?

Kompas.com - 30/09/2019, 17:32 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Sumatera dan Kalimantan menyebabkan tingkat kualitas udara di Asia Tenggara menurun. Emisi yang dikeluarkan dari kabut asap karhutla memperburuk pemanasan global.

Salah satu hal yang patut kita ketahui dan bertanggung jawab atas masalah ini adalah industri minyak kelapa sawit.

Produsen minyak kelapa sawit berlomba membakar tanah agar bisa membuka akses untuk perkebunan kelapa sawit.

Berikut adalah hal-hal yang perlu Anda tahu tentang minyak kelapa sawit dan perannya dalam krisis kabut asap seperti dilansir phys.org, Sabtu (29/9/2019).

Baca juga: Peneliti LIPI: Karhutla di Sumatera dan Kalimantan Buatan Manusia

Apa itu minyak sawit?

Minyak kelapa sawit adalah minyak nabati yang saat ini paling banyak dikonsumsi penduduk Bumi.

Minyak kelapa sawit bukan hanya tersaji dalam bentuk minyak untuk memasak. Namun juga ditemukan di segala macam hal mulai dari sabun, cokelat, pizza, kosmetik, dan tangki bensin kendaraan.

Bila digunakan untuk memasak, minyak kelapa sawit diketahui dapat membuat makanan yang digoreng lebih renyah dan tahan lama.

Minyak kelapa sawit diekstrak dari buah cokelat kemerahan dari pohon kelapa sawit.

Sejauh ini, Indonesia merupakan produsen utama minyak kelapa sawit diikuti oleh Malaysia yang memasok sekitar 85 persen minyak sawit dunia.

Industri ini tentu saja mempekerjakan jutaan orang agar bisa memanem buah sawit unggul.

Kedengarannya bagus, apa masalahnya?

Minyak kelapa sawit sudah lama dihubungkan dengan lingkungan.

Para pemerhati lingkungan menegaskan, minyak kelapa sawit mendorong deforestasi di wilayah hutan hujan Asia Tenggara.

Dalam beberapa dekade terakhir, hujan terus ditebangi agar bisa membuka lahan perkebunan.

Saat hutan menghilang, habitat orangutan dan spesies langka makin terancam.

Banyak kelapa sawit ditanam di area lahan gambut yang berawa dan mudah terbakar ketika dikeringkan untuk bercocok tanam.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau