Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
The Conversation
Wartawan dan akademisi

Platform kolaborasi antara wartawan dan akademisi dalam menyebarluaskan analisis dan riset kepada khalayak luas.

Kenapa Ada Demonstran yang Tak Tahu Isunya, tapi Ikut Unjuk Rasa?

Kompas.com - 27/09/2019, 07:03 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Sebagai sebuah tindakan yang berorientasi pada tujuan bersama, faktor identitas sosial bisa dipastikan memiliki peran signifikan.

Dalam konteks demo mahasiswa tersebut, tujuan bersamanya adalah menuntut DPR dan pemerintah untuk membatalkan revisi UU KPK dan menunda atau membatalkan pengesahan rancangan undang-undang yang dianggap tidak berpihak kepada rakyat.

Identitas yang mengikat para partisipan adalah identitas sebagai warga atau bangsa Indonesia sebagai pihak yang akan terdampak berbagai regulasi tersebut, meskipun dalam praktiknya, identitas sebagai mahasiswa juga ditonjolkan sebagai sebuah motor gerakan.

Kajian psikologi sosial tentang tindakan kolektif meyakini pandangan bahwa partisipasi individu dalam tindakan kolektif didasari oleh adanya identitas sosial atau solidaritas terhadap sebuah kelompok.

Tapi tentu saja, identitas ini tidak langsung berpengaruh pada partisipasi. Sekian juta orang mengidentifikasi diri sebagai mahasiswa, atau sebagai warga Indonesia, tapi tentu saja tidak semuanya mendukung, apalagi berpartisipasi dalam demonstrasi tersebut.

Jalur rasa marah dan persepsi atas daya tekan sebuah aksi

Para mahasiswa yang berpartisipasi dalam aksi demonstrasi beberapa waktu yang lalu, selain mengidentifikasi dirinya sebagai bagian dari kelompok bernama mahasiswa, mereka juga merasa sebagai rakyat yang akan terkena implikasi setiap kebijakan undang-undang yang dibuat oleh penguasa.

Tingginya identifikasi sebagai warga Indonesia berkorelasi terhadap tingginya respons emosional berupa rasa marah akibat tindakan penguasa yang tidak kompeten dalam melakukan tugasnya untuk melindungi rakyat.

Rasa marah dalam konteks ini bukanlah sesuatu yang sifatnya individual, melainkan sesuatu yang sifatnya kolektif.

Rasa marah tersebut sama seperti rasa marah yang kita rasakan ketika keluarga kita dihina. Keluarga adalah representasi paling kecil dari identitas kolektif kita.

Emosi kolektif berupa rasa marah ini menjelma ke dalam bentuk-bentuk tindakan kolektif mulai dari protes di media sosial hingga aksi protes di jalanan dan gedung DPR.

Tapi tentu saja, rasa marah bukan satu-satunya jalur yang mendorong identifikasi sebagai warga Indonesia menjadi sebuah tindakan kolektif.

Adanya keyakinan bahwa partisipasi mereka dapat berkontribusi positif dalam menciptakan perubahan juga mendorong individu untuk terlibat dalam aksi unjuk rasa tersebut.

Ini semacam rasa optimisme dan kepercayaan bahwa aksi ini, sedikit banyak akan mampu menciptakan perubahan.

Kalaupun keyakinan ini sulit dibangun, orientasinya dapat diturunkan pada level yang lebih rendah, jadi setidaknya pelepasan emosi berupa rasa marah dapat tersalurkan.

Kedua faktor di atas mengindikasikan bahwa partisipasi dalam sebuah tindakan kolektif lebih bersifat emosional secara kolektif daripada kognitif individual.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau