KOMPAS.com - Musim kemarau panjang yang melanda Indonesia tahun ini mengakibatkan kebakaran hutan dan lahan.
Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyebutkan sepanjang Januari hingga Agustus 2019, luas hutan dan lahan terbakar mencapai 135.749 hektar.
BNPB mengatakan luas hutan dan lahan terbakar terbanyak di Indonesia dalam kurun tersebut adalah Nusa Tenggara Timur, yakni mencapai 71.712 hektar.
Dalam jumpa pers di kantor Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di Jakarta, Jumat (30/8), Kepala Pusat Data, Informasi dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan bencana (BNPB) Agus Wibowo menjelaskan, luas hutan dan lahan terbakar terbanyak setelah Nusa Tenggara Timur adalah Riau (30.065 hektar) dan Kepulauan Riau (4.079 hektar).
Baca juga: Kebakaran Hutan Amazon Akibat Deforestasi, Ini Efeknya secara Global
"Kalimantan Timur itu nomor dua se-Kalimantan, bukan nomor dua se-Indonesia. Kalimantan Timur itu 4.430, Kalimantan Selatan 4.670, Kalimantan Tengah tiga ribu, Kalimantan Barat tiga ribu juga. Paling rendah Bengkulu, dua hektar," kata Agus.
Terkait bencana alam, Agus mengungkapkan sepanjang Januari sampai 30 Agustus 2019 terjadi 2.524 kejadian yang mengakibatkan 429 orang meninggal dan hilang, 1.640 orang luka, 3.464.347 orang mengungsi, dan 37.906 rumah rusak.
Dari jumlah tersebut, bencana paling banyak adalah puting beliung (816 kejadian), disusul banjir (647 kejadian), tanah longsor (614 kejadian), kebakaran hutan dan lahan (345 kejadian), kekeringan (60 kejadian), gempa (23 kejadian), gelombang pasang dan abrasi (12 kejadian), letusan gunung api (7 kejadian).
Sedangkan tahun lalu terjadi 2.352 kejadian bencana yang mengakibatkan 760 orang meninggal dan hilang, 2.423 orang cedera, 9.450.130 orang mengungsi, dan 247.143 rumah rusak.
Sementara Kepala Sub Bidang Analisa dan Informasi Iklim Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Adi Ripaldi menjelaskan titik panas terbanyak untuk bulan ini terdapat di Kalimantan Barat, yakni tujuh ribu titik panas, disusul Kalimantan Tengah, Riau, dan Nusa Tenggara Timur.
"Perlu kewaspadaan karena kemarau di Sumatera dan Kalimantan masih akan berlanjut 1-2 bulan lagi sehingga bisa jadi angka-angka di pertengahan Agustus belum terlampaui,. Nanti menjelang September merupakan puncaknya titik panas di Sumatera, Kalimantan, itu perlu kita waspadai di satu bulan ke depan," ujar Adi.
Adi menambahkan setiap hari BMKG memantau perkembangan titik panas di berbagai daerah di Indonesia. Dalam sepuluh hari terakhir, titik panas di Riau berjumlah 644 titik panas, disusul Kalimantan Barat dan Jambi.
Sementara itu, peneliti Pusat Pengindraan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Indah Prasasti mengatakan, tidak semua titik panas mengindikasikan terjadi kebakaran.
Dia mengatakan LAPAN mengamati titik panas yang ada tiga hari berturut-turut. Kalau titik panas ada di satu titik tertentu saja dan ada indikasi asap, hal tersebut menunjukkan benar-benar terjadi kebakaran di tempat tersebut.
Namun, lanjutnya, kadang kebakaran satu hutan atau lahan terjadi ketika satelit tidak lewat atau memantau.
Indah mengatakan jumlah titik panas tahun ini lebih banyak ketimbang tahun sebelumnya.