KOMPAS.com - Dua artis stand up comedy atau komika berinisial RN dan DN ditangkap polisi karena sudah memakai sabu selama tiga bulan. Keduanya menambah daftar panjang para artis yang terbelit oleh zat adiktif tersebut.
Dilansir dari artikel Kompas.com, 31 Agustus 2019, keduanya mengaku ke polisi telah menggunakan sabu untuk meningkatkan rasa percaya diri.
Namun, benarkah sabu bisa meningkatkan rasa percaya diri? Bagaimana sebenarnya efek sabu pada tubuh?
Dokter Adiksi dari Institute of Mental Health Addiction and Neuroscience (IMAN) Jakarta, Hari Nugroho, pernah berkata bahwa kurangnya rasa percaya diri memang bisa menjadi faktor seseorang untuk menggunakan sabu.
Hal ini karena pengguna merasa dapat mengatasi berbagai permasalahan mereka dengan lebih baik jika mengonsumsi sabu terlebih dahulu.
Baca juga: Nunung Akui Pakai Sabu untuk Stamina, Apa Kata Dokter?
Pasalnya, sabu atau metafetamin yang berbentuk kristal memang bisa memengaruhi kinerja otak. Zat ini merangsang pengeluaran dopamine dan memblokir transporter re-uptake antar sel saraf.
Hasilnya, dopamin yang beredar dalam tubuh meningkat hingga ribuan kali di atas batas normal.
Untuk diketahui, dopamin atau hormon bahagia merupakan hormon yang dikeluarkan tubuh saat melakukan hobi, aktivitas seksual, makan dan hal-hal yang menyenangkan lainnya. Hormon ini juga terlibat dalam sistem penghargaan, motivasi, memori dan atensi.
Pada jangka pendek, sabu membuat penggunanya merasa lebih segar karena sifat stimulan yang dikandungnya.
Aktifitas fisik, tekanan darah, denyut jantung, suhu badan dan kecepatan napasnya meningkat; sedangkan nafsu makannya berkurang.
Namun, pada jangka panjang, sabu bisa menyebabkan dampak serius pada fisik dan mental pemakainya. Padahal, sabu menyebabkan ketergantungan tinggi karena membuat dopamin meningkat drastis.
Baca juga: Nunung dalam Kasus Narkoba, Begini Sejarah Pemakaian Sabu dan Efeknya
Salah satu efek fisik dari sabu, menurut Hari, adalah timbulnya gangguan pada gigi dan gusi yang disebut meth mouth.
Metafetamin juga menganggu fungsi eksekutif pada otak sehingga proses penilaian dan pengambilan keputusan jadi terganggu. Ini meningkatkan risiko pengguna sabu untuk melakukan hal-hal berbahaya, seperti bergantian menggunakan jarum suntik.
Sabu juga meningkatkan dorongan seksual, yang bila digabungkan dengan gangguan proses penilaian dan pengambilan keputusan di atas, dan menyebabkan penggunanya lebih mungkin untuk melakukan perilaku seksual berisiko sehingga rentan terkena penyakit menular seksual, HIV/AIDS, serta hepatitis B dan C.
Adiksi pada sabu juga menganggu kesehatan mental karena menyebabkan berbagai gejala gangguan jiwa, seperti gangguan tidur, perilaku kekerasan, halusinasi, cemas yang berlebihan hingga paranoia.
Baca juga: Dua Komika yang Ditangkap Sudah Konsumsi Sabu Selama 3 Bulan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.