KOMPAS.com - Sebuah analisis baru mengungkap, perdagangan burung murai batu (Copsychus malabaricus) di Asia Tenggara dalam beberapa dekade mengalami peningkatan.
Perburuan burung yang tersebar di pelosok Pulau Sumatera, Semenanjung Malaysia, dan sebagian Pulau Jawa ini meningkat karena permintaan burung murai batu sebagai hewan peliharaan dan partisipan dalam lomba bernyanyi.
Faktor inilah yang membuat banyak spesies di alam liar, termasuk murai batu menurun dan terancam punah.
Tak tanggung-tanggung, lebih dari dua lusin spesies telah menghilang dan berpindah dari habitat aslinya, yaitu di wilayah Asia Tenggara, akibat tingginya penangkapan burung ini untuk diperjualbelikan di dalam kandang.
Oleh sebab itu, seruan untuk meminta perlindungan dan dibentuknya regulasi mulai bermunculan untuk unggas yang terkenal dengan kicauan merdu ini.
Baca juga: 19 Juta Tahun Lalu, Hidup Burung Beo Sepinggang Orang Dewasa
Meskipun perdagangan burung murai batu sebagian besar adalah perdagangan domestik, studi terakhir yang berjudul Trade in White-rumped Shamas Kittacinla malabrica demands strong national and international responses mengungkapkan, populasi murai batu di Asia Tenggara dari tahun 2008-2018 diburu untuk dijual.
"Permintaan yang tinggi untuk burung penyanyi di Asia Tenggara dan berkurangnya populasi mereka bukan lagi hanya masalah domestik. Ini telah menjadi masalah internasional yang harus diperhatikan," kata Kanita Krishnasamy, Direktur TRAFFIC Asia Tenggara.
Dalam Convention on International Trade Endangered Spesies of Wild Fauna and Flora (CITES), perdagangan burung murai batu menjadi salah satu agenda yang di bahas dalam forum yang dilaksanakan di Petaling Jaya, Malaysia.
Ini merupakan langkah awal untuk menerapkan aturan guna melindungi populasi burung penyanyi, seperti murai batu.
"Memang saat ini burung murai batu tidak dilindungi oleh peraturan internasional. Jadi diskusi minggu ini di CITES sangat penting untuk membahas peningkatan burung penyanyi yang nantinya akan diterima sebagai peraturan dibawah kongres," lanjut Krishnasamy.
Indonesia merupakan negara yang paling sering dilewati untuk perdagangan internasional, terutama dari negara Malaysia.
Sebanyak 4.280 ekor murai batu diselundupkan dari Malaysia ke Indonesia pada Juli 2017. Pada tahun 2019, setidaknya 1.627 ekor ditangkap dalam empat insiden baik di Indonesia dan Singapura.
Tingginya permintaan untuk membeli dari daerah-daerah seperti Jawa, Bali, Lombok dan Kalimantan. Hal ini telah diteliti oleh lembaga TRAFFIC, Monitor, YPI, Oxford Wildlife Trade Research Group, WWF Malaysia, Universitas Gadjah Mada dan PERHILITAN.
"Banyaknya penyitaan yang kami lakukan dalam dekade terakhir membuktikan bahwa ini adalah masalah yang mengkhawatirkan. Kita nampaknya akan kehilangan burung ini, meskipun nantinya, peraturan perdagangan berlisensi akan dibuat," ujar Dato Abdul Kadir bin Abu Hashim, Direktur Jenderal Departemen Margasatwa dan Taman Nasional, Semenanjung Malaysia.
"Hal terbaik yang dapat kami lakukan adalah membongkar perdagangan ilegal, termasuk meningkatkan pemeriksaan di perbatasan dan mengatur perdagangan baik domestik maupun internasional berjalan dengan semestinya dengan menjatuhkan hukuman yang lebih tinggi dibawah UU 716 dan memberlakukan kuota untuk mengekang perburuan spesies yang berlebihan," imbuh dia.
Boyd Leupen selaku penulis dan Staf Program Monitor juga mengungkapkan bahwa besarnya jumlah perdagangan internasional burung murai batu tidak sepenuhnya mengejutkan.
"Ketika populasi berkurang sementara permintaannya tinggi, pasokan harus bersumber dari negara-negara di sekitarnya. Fenomena ini tidak menutup kemungkinan memberikan efek yang bertahan lama pada populasi regional bahkan global. Hal ini juga telah diamati pada spesies lain," ujar Leupen.
Fakta lain yang ditemukan dalam penelitian terdapat 8.271 burung yang diperjualbelikan di pasar lokal.
Data ini diambil dari beberapa negara, seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Vietnam, antara tahun 2007 dan 2018.
Survei online yang dilakukan sepanjang 2016-2018, dalam enam studi perdagangan di Indonesia Malaysia dan Thailand juga menemukan 917 individu siap dijual.
"Dampak dari perdagangan domestik maupun internasional pada populasi burung penyanyi di Asia Tenggara seperti pada burung murai batu dapat jauh lebih dahsyat dari yang diperkirakan. Karena itu kami menyerukan untuk memantau lebih dekat dan perlu tindakan yang cepat dari semua pihak yang berwenang," ujar Serene Chang, Program Officer TRAFFIC di Asia Tenggara dan koordinator IUCN Kelompok Spesialis Perdagangan Burung Penyanyi Asia mengimbau.
Baca juga: Serba Serbi Hewan: Burung Sudah Bicara Bahkan Sebelum Lahir ke Dunia
Trade in White-rumped Shamas Kittacinla malabrica demands strong national and international responses telah diterbitkan di Forktail, jurnal Oriental Bird Club.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.