Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

5 Tanggapan Para Pakar atas Kontroversi Bajakah sebagai Obat Kanker

Kompas.com - 16/08/2019, 20:33 WIB
Mela Arnani,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Setelah tanaman bajakah yang diklaim dapat menyembuhkan penyakit kanker ramai diperbincangkan khalayak beberapa waktu lalu, di berbagai media sosial banyak orang-orang mengambil celah atas pemberitaan tersebut.

Dengan mudahnya, di berbagai platform sosial media dan televisi, ditemukan penjualan batang yang diklaim merupakan tanaman bajakah.

Harga yang ditawarkan pun beragam, tentunya dalam rentang ratusan ribu.

1. Bajakah bukan spesies tanaman

Kepala Balitbang Kementerian Kesehatan Siswanto menjelaskan, bajakah dalam bahasa dayak mempunyai arti akar-akaran. Sehingga, bajakah bukan nama spesies tanaman.

Siswanto menjelaskan, bajakah secara indigeneous digunakan untuk berbagai keperluan, termasuk pengobatan secara tradisional.

Tanaman bajakah sendiri ditemukan di hutan Kalimantan Tengah.

Bagian batang pohon ini yang diyakini dapat menyembuhkan penyakit kanker, di mana batang dikeringkan, ditumbuk, dan direbus.

Siswa SMAN Palangkaraya memang telah melakukan penelitian dengan menguji coba di laboratorium.

Hasilnya, sejumlah zat seperti tannin, flavonoid, dan senyawa fitokimia terkandung pada tanaman bajakah.

Baca selengkapnya: Keampuhan Bajakah Mengobati Kanker Dinilai Masih Terlalu Dini

2. Fase

Pengujian tanaman bajakah dengan media mencit atau tikus telah dilakukan.

Kendati demikian, Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia Prof Dr dr Aru Sudoyo menuturkan, klaim tanaman ini dapat menyembuhkan kanker harus dilakukan uji lanjut, bukan hanya sekadar uji coba terhadap tikus.

"Karena uji coba terhadap tikus dan manusia itu berbeda," kata Aru.

Dilansir dari situs resmi Cancer Researches UK, 13 Februari 2019 lalu, terdapat lima fase uji klinis obat untuk penyakit kanker pada manusia.

  • Fase 0

Uji coba dilakukan ke partisipan dalam skala kecil, sekitar 10-20 orang dengan berbagai tipe kanker.

Pada fase ini, calon obat diberikan dalam dosis rendah guna mengecek tingkat bahaya obat.

  • Fase 1

Jumlah sampel yang diberi perlakukan masih dalam skala kecil, tapi lebih banyak dibandingkan fase sebelumnya, yaitu 20-50 orang dengan banyak tipe kanker.

Fase ini bertujuan menemukan efek samping dan reaksi obat dalam tubuh.

  • Fase 2

Jumlah partisipan dalam skala sedang, dengan total puluhan orang hingga lebih dari 100 orang.

Uji klinis fase ini dilakukan untuk satu atau dua tipe kanker, terkadang bisa lebih.

Tujuan dari fase ini yaitu menemukan efek samping dan keefektifan terapi bekerja.

Baca selengkapnya: Untuk Jadi Obat Kanker, Akar Bajakah Harus Melewati Fase-fase Ini

  • Fase 3

Fase ini melibatkan ratusan hingga ribuan orang, di mana hanya ada satu tipe kanker, atau bisa lebih.

Tujuannya, membandingkan terapi terbaru dengan terapi standar yang biasanya dilakukan.

  • Fase 4

Partisipan pada fase ini berukuran medium atau besar, dengan satu tipe kanker atau bisa lebih.

Fase empat mempunyai tujuan untuk manfaat jangka panjang dan efek samping dari terapi yang baru.

3. Tindak lanjut

Menurut Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati LIPI Prof Dr Enny Sudarmonowati mengatakan, harus ada tindak lanjut pemerintah setempat terhadap tanaman bajakah ini.

Memastikan jumlah populasi tanaman ini di habitatnya menjadi salah satu hal penting yang harus segera dilakukan.

Hal itu dilakukan lantaran tidak diketahui secara persis jumlah populasinya.

Selain itu, melindungi tanaman yang masuk kategori langka dan melestarikan tanaman ini juga mesti mendapat perhatian.

Baca selengkapnya: Diklaim Ampuh Sembuhkan Kanker, Apa Kandungan Tanaman Bajakah?

4. Pengujian lebih lanjut

Ahli gizi Dr dr Tan Shot Yen, M.Hum menyampaikan, penemuan obat kanker yang diteliti siswa SMA masih sangat memerlukan pembuktian dalam bidang kedokteran.

Menurut Tan, subjek uji coba haruslah homogen dan tak bersumber dari satu sampel percobaan saja atau edivence based.

Evidence based medicine (EBM) merupakan pendekatan medis yang didasarkan pada bukti ilmiah terkini guna kepentingan pelayanan kesehatan penderita.

EBM mengkombinasikan kemampuan dan pengalaman klinik dengan bukti ilmiah yang dapat dipercaya.

Baca selengkapnya: Untuk Jadi Obat Kanker, Bajakah Harus Lewati Evidence Based Medicine

EBM pun memerlukan beberapa tahapan proses, dimulai tahap percobaan pada hewan hingga praktik langsung guna melihat dampak uji coba jangka panjang.

Butuh proses panjang atau lama untuk memastikan secara benar manfaat tanaman ini terhadap pengobatan kanker manusia.

Meski begitu, Prof Dr dr Aru Sudoyo tak menampik khasiat dari tanaman ini dapat menyembuhkan kanker.

Yang perlu digarisbawahi adalah fase yang harus dilalui dan penelitian lanjut harus dilakukan.

Kepala Balai Besar Tanaman Obat dan Obat Tradisional Tawangmangu Akhmad Saikhu mengatakan hal yang sama, yakni perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait khasiat tanaman bajakah.

5. TTO

Wakil Direktur Indonesia Medical Education Research Institur (IMERI) Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof DR Dr Budi Wiweko SpOG (K) MPH menuturkan, melanjutkan penelitian awal yang telah dilakukan oleh siswa di Palangkaraya ini memerlukan perantara karena membutuhkan upaya dan dana yang besar.

Technology Transfer Office (TTO) Indonesia Innovation for Health (Innovate) melalui IMERI dapat menjadi salah satu perantara tersebut.

Tanpa uji klinis, suatu produk tak dapat diproduksi secara massal dan disebarkan ke masyarakat umum.

Baca selengkapnya: Penelitian Akar Bajakah Bisa Dilanjutkan Dengan Perantara TTO

Sumber: Kompas.com (Ellyvon Pranita, Gloria Setyvani P, Retia Kartika Dewi)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com