Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Benarkah Bahan Kimia pada Botol Plastik dan Kaleng Bisa Picu Hipertensi dalam Hitungan Jam?

Kompas.com - 15/08/2019, 21:21 WIB
Dandy Bayu Bramasta,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

Sumber Live Science,

Oleh karena itu, susu kedelai dianggap cukup netral.

Hasilnya, dalam dua jam, kadar BPA pada urine mereka yang minum dari botol kaca relatif rendah.

Sementara, urine pada orang yang minum dari kaleng, tingkat BPA-nya naik hingga 16 kali lebih tinggi.

Soal BPA

BPA sendiri sudah digunakan sejak tahun 1960-an yang berguna untuk membuat produk-produk yang digunakan sehari-hari.

Produk tersebut antara lain botol plastik, wadah makanan, lensa kontak, cangkir, hingga botol bayi.

Beberapa botol dan produk makanan kemasan sering mengklaim bahwa produknya sudah "bebas BPA".

Dan label tersebut sering ditemukan pada botol ataupun wadah makanan.

Kendati sudah di labeli "bebas BPA", produk-produk tersebut sebenarnya masih mengandung bahan kimia alternatif yang serupa dengan BPA, contohnya adalah bisphenol S.

Pada 2012, Foods and Drugs Adminstration di Amerika Serikat (setara dengan Badan POM di Indonesia) menyatakan, BPA tidak bisa lagi digunakan dalam botol bayi dan wadah makanan untuk anak-anak.

Sementara itu, pada 2010, Pemerintah Kanada secara resmi telah menetapkan bahwa BPA adalah zat beracun dan pemakaiannya dilarang untuk semua produk anak-anak.

Dilansir dari Live Science, kekhawatiran atas bisphenol A (BPA), bahan kimia yang biasa ditemukan dalam plastik, telah menyebabkan lonjakan produk bebas BPA.

Akan tetapi, sebuah studi baru menunjukkan bahwa bahan kimia yang menggantikan BPA mungkin juga memprihatinkan.

Menurut studi ini, di antara anak-anak AS, paparan dua bahan kimia umum yang digunakan sebagai pengganti BPA - disebut bisphenol S (BPS) dan bisphenol F (BPF) - dikaitkan dengan peningkatan risiko obesitas.

BPS dan BPF memiliki struktur yang mirip dengan BPA dan dapat ditemukan di beberapa jenis plastik, barang-barang kaleng dan produk lainnya.

Studi yang dipublikasikan dalam Journal of the Endocrine Society, menambah bukti yang menghubungkan bahan kimia bisphenol dengan obesitas dan kenaikan berat badan.

Pada 2012, kelompok peneliti yang sama menemukan hubungan antara BPA dan obesitas.

Hal tersebut juga dibenarkan oleh hasil penelitian dalam jurnal Environmental Health Perspectives.

Dari penelitian itu, para peneliti menemukan bahwa produk plastik yang dilabeli "bebas BPA" masih dapat menyerap bahan kimia lain dengan aktivitas estrogenik, bahkan beberapa di antaranya lebih berbahaya dari BPA.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau