Dari beberapa hasil kajian, kita juga dapat mengidentifikasi beberapa karakteristik aktivitas gempa pendahuluan.
Pertama, gempa pendahuluan biasanya terjadi di zona dengan nilai “B-value” rendah.
Nilai “B-value” rendah artinya zona itu masih menyimpan tegangan tinggi, yang berpotensi terjadi gempa besar.
Kedua, di zona tersebut ada fenomena migrasi percepatan titik hiposenter yang semakin cepat menuju titik inisiasi lokasi estimasi gempa utama.
Selain itu, juga teridentifikasi adanya repeating earthquakes. Cirinya gempa ini berulang-ulang dan terjadi di segmen tersebut.
Secara sederhananya, ini menunjukkan ada sebuah proses yang semakin lama semakin intensif sebelum muncul gempa utama (mainshock).
"Aktivitas ini mirip kalau kita mau mematahkan kayu, perlahan-lahan ada retakan-retakan kecil sebelum benar-benar terpatahkan," ujar Daryono memberi perumpaan.
Baca juga: PLTN Dinilai Lebih Aman, tapi Adakah Risiko Bila Terjadi Gempa?
Tetapi apakah fenomena rentetan gempa akhir-akhir ini sudah mengarah pada tanda-tanda seismik ke arah sana?
Hal ini juga masih sulit dijawab karena data aktivitas gempa yang terjadi belum cukup untuk disimpulkan.
"BMKG akan terus melakukan monitoring dengan memfokuskan di zona-zona terduga aktif tersebut. Kami akan terus amati polanya secara spasial dan temporal," ujar Daryono.
"Satu hal yang penting diingat bahwa tidak semua klaster aktif akan berujung pada terjadinya gempa besar meskipun setiap gempa besar selalu didahului oleh serangkaian aktivitas gempa pendahuluan," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.