Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sains Diet, Bagaimana Intoleransi Laktosa Terjadi di Dalam Tubuh?

Kompas.com - 10/08/2019, 19:06 WIB
Kontributor Sains, Prita Prametya Kirana,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Bahan makanan dan minuman berbahan dasar protein susu hewani, seperti aneka macam keju, mentega, yogurt, dan krim, banyak digunakan dalam hidangan bercita rasa barat.

Namun, tahukah Anda bahwa 95 persen orang Asia, termasuk indonesia, menderita kondisi medis yang disebut intoleransi laktosa?

Seorang penderita intoleransi laktosa sebaiknya menghindari produk susu dan olahannya, seperti yang telah disebutkan di atas, untuk menghindari efek samping yang tidak diinginkan. Namun sayangnya, banyak orang tidak menyadari bahwa dirinya adalah salah satu penderita intoleransi laktosa.

Tanda paling jelas dari intoleransi laktosa adalah perasaan kembung, mual, ingin buang angin, dan pencernaan tidak lancar dalam rentang waktu 30 menit hingga dua jam setelah mengonsumsi produk susu hewani.

Baca juga: Sains Diet, Bagaimana Makan Lemak Saat Diet Keto Turunkan Berat Badan?

Kondisi ini terjadi ketika organ pencernaan kita tidak mampu memproses zat gula yang berasal dari susu hewani bernama laktosa.

Di usia bayi, susu adalah makanan pokok manusia. Ketika bayi baru dilahirkan, tidak semua enzim pencernaan digunakan secara optimal karena makanan yang dikonsumsi oleh bayi belum kompleks.

Salah satu dari enzim pencernaan bernama laktase bertugas untuk mencerna laktosa dan menyederhanakannya menjadi monosakarida sederhana yang siap untuk diserap oleh usus.

Nah, pada bulan-bulan pertama kehidupan manusia, kegiatan enzim laktase menurun karena lemak lebih banyak berperan dalam memenuhi kebutuhan gizi bayi. Meskipun demikian, baik susu formula maupun ASI adalah produk susu hewani dan kedua makanan tersebut mengandung laktosa.

Dikarenakan rendahnya aktivitas enzim laktase pada usia tersebut, laktosa yang belum sempurna dicerna pun akhirnya dicerna oleh bakteri dalam usus menjadi asam organik.

Seiring dengan beranjaknya usia, manusia membutuhkan energi yang siap dipakai dalam tempo yang singkat. Gula lebih cepat menyediakan energi daripada lemak, dan ini lebih efisien untuk memenuhi kebutuhan energi manusia yang juga semakin meningkat.

Baca juga: Sains Diet, Bagaimana Memenuhi Kebutuhan Protein kalau Vegetarian?

Sudah terpetakan pada gen

Pencernaan laktosa pada manusia diatur oleh gen yang mengatur produksi enzim laktase bernama gen LCT.

Namun, sebelum gen LCT diperintahkan untuk memproduksi laktase, gen Minichromosome Maintenance 6 (MCM6) yang posisinya tepat berada di sebelah gen LCT bertugas untuk menentukan banyaknya enzim laktase yang diproduksi. Variasi genetik pada populasi dunia terletak bukan pada gen LCT, melainkan pada gen MCM6 ini.

Disebutkan dalam riset Poulter dkk.; para penduduk dari negara pengonsumsi laktosa dalam jumlah yang tinggi, seperti negara-negara Eropa, memiliki nukleotida Thymine (T) pada posisi basa nukleotida ke 13910 (disingkat T-13910) pada gen MCM6.

Pada penduduk Saudi Arabia, variasi genetik MCM6 terdapat pada posisi G-13915; sedangkan pada penduduk Afrika variasi genetik terjadi pada tiga titik yaitu G-14010, G-13915, dan G-13907.

Perbedaan gen MCM6 pada penduduk Asia diwakili oleh riset dari Zheng dkk. dengan sampel populasi penduduk China, di mana ditemukan nukleotida sitosin pada posisi 13910, namun temuan tersebut tidak diasosiasikan dengan produksi laktase berlebih.

Sebagaimana sifat genetik lainnya, karakteristik ini dapat diturunkan kepada generasi berikutnya dan hasil riset di atas menjelaskan mengapa dan bagaimana kondisi medis ini lebih banyak ditemui di negara tertentu.

Baca juga: Sains Diet, Kuning Telur Perlu Dihindari atau Tidak?

Terjadinya gejala-gejala intoleransi laktosa

Gejala-gejala intoleransi terhadap laktosa berawal dari meningkatnya tekanan osmotik dalam sistem pencernaan. Laktosa yang tidak terserap karena disfungsi enzim laktase akan membuat kadar air dalam usus meningkat sebagai kompensasi dari tingginya kadar laktosa dalam usus.

Dalam usus terdapat bakteri-bakteri pencernaan yang siap menfermentasikan laktosa menjadi asam lemak pendek dan menghasilkan gas hidrogen, karbon dioksida, dan metana.

Meningkatnya massa air dan gas dalam usus inilah yang menyebabkan perut terasa kembung dan berbunyi (borborygmi).

Pada kasus ekstrem, ditemukan bahwa konsumsi laktosa pada penderita intoleransi laktosa membangunkan sistem imun sehingga ditemukan sejumlah sel mast, limfosit intraepitel, dan sel enterokromafin pada usus penyerapan dan usus besar. Ini yang menyebabkan terjadinya diare pada penderita intoleransi laktosa.

Baca juga: Sains Diet, Benarkah Tidak Makan Nasi Bikin Cepat Langsing?

Merujuk pada bagaimana mekanisme laktosa yang tidak terserap diproses oleh tubuh, perlu diketahui bahwa proses yang sama juga akan terjadi kepada gugus gula lain yang memiliki struktur kimia serupa seperti Fruktosa.

Konsentrasi fruktosa yang berlebihan dalam usus juga dapat memicu terjadinya fermentasi oleh bakteri usus. Hal ini membuat para ilmuwan memprediksi bahwa seseorang yang intoleran terhadap laktosa mungkin juga intoleran terhadap fermentable oligosaccharides, disaccharides, monosaccharides, dan polyols (FODMAP) lainnya.

Selain itu, perlu dipertimbangkan juga bahwa sekalipun kita tidak memiliki masalah terhadap produksi enzim laktase, jumlah enzim laktase yang diproduksi tubuh tidak akan meningkat ketika konsumsi laktosa atau gula lainnya bertambah.

Apabila Anda mengonsumsi produk susu secara berlebihan, gejala-gejala intoleransi laktosa bisa saja Anda rasakan tanpa Anda sadari.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com