KOMPAS.com - Beberapa bulan terakhir, media sosial Indonesia dibanjiri dengan tawaran kelas menurunkan berat badan secara online maupun jasa-jasa katering untuk diet.
Sebagian menampilkan dan menjual materi yang konvensional, seperti defisit kalori melalui pengaturan pola makan dan berolahraga; sedangkan sebagian lainnya menggunakan teknik menurunkan berat badan yang terdengar kontroversial, tetapi menarik untuk dicoba, misalnya diet ketogenik atau keto.
Diet keto banyak dipasarkan sebagai diet yang jauh dari kata sengsara. Pasalnya, pengikut diet keto masih diperbolehkan makan makanan tinggi lemak, seperti keju, yang biasanya pantang dimakan kalau ingin menurunkan berat badan.
Namun, jangan salah paham. Bila tidak diawasi secara benar, diet keto bukannya akan menurunkan berat badan, tetapi malah meningkatkan risiko penyakit yang disebabkan oleh konsumsi lemak berlebih.
Untuk itu, mari kita pahami mekanisme diet keto lebih dalam agar tidak salah kaprah!
Baca juga: Sains Diet, Bagaimana Memenuhi Kebutuhan Protein kalau Vegetarian?
Tubuh kita memperoleh sebagian besar energi dari tiga jenis makronutrien, yaitu karbohidrat, protein, dan lemak.
Karbohidrat merupakan penyedia sumber energi secara instan. Ketika dibatasi jumlahnya hingga tidak dapat memenuhi kebutuhan energi tubuh, maka tubuh terinisiasi untuk memulai proses glukoneogenesis.
Proses glukoneogenesis ini merupakan proses pembentukan glukosa dengan menggunakan material non-karbohidrat sebagai bahan bakunya, misalnya lemak.
Ditulis oleh Brody Holmer dalam HVMN.com, ketika kadar gula dalam darah menurun drastis, tubuh kita menunjukkan banyak sinyal, seperti turunnya hormon insulin dan meningkatnya kortisol dan glukagon.
Ketika tidak ada lagi cadangan gula yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi, sinyal-sinyal ini menyebabkan terlepasnya lemak dari jaringan adiposa, letak lemak disimpan dan disederhanakan menjadi Free Fatty Acid (FFA) atau asam lemak bebas untuk kemudian dilepaskan ke dalam darah.
Baca juga: Sains Diet, Kuning Telur Perlu Dihindari atau Tidak?
Organel sel bernama mitokondria pada hati bertugas untuk mengubah FFA menjadi keton, senyawa yang diandalkan sebagai bahan bakar energi dalam diet keto.
Ditulis oleh Dhillon dan Gupta dalam publikasinya di situs National Centre of Bioinformatics (NCBI), proses biokimawi pembuatan senyawa keton diawali oleh enzim lipase yang mengurai cadangan lemak menjadi FFA sebagai respons biologis dari menurunnya hormon insulin.
Hal ini mengaktifkan serangkaian enzim lainnya untuk memulai proses oksidasi FFA oleh mitokondria pada hati yang disebut ketogenesis.
Ada dua jenis senyawa keton yang terbentuk, yaitu asetoasetat dan beta hidroksibutirat (BHB). Asetoasetat dapat dikonversikan secara langsung untuk membentuk senyawa asetil-KoA, sedangkan BHB akan diekspor menuju jaringan di luar hati sebelum kembali diubah menjadi asetoasetat dan pada akhirnya asetil-KoA.
Seperti yang telah dibahas dalam artikel Kompas.com, 8 Juli 2019, mengenai nasi putih, asetil KoA adalah bahan bakar utama dari siklus Krebs (Kreb's cycle), siklus dengan produk akhir Adenosin Trifosfat (ATP) yang merupakan bentuk energi yang digunakan di dalam sel.
Baca juga: Sains Diet, Benarkah Tidak Makan Nasi Bikin Cepat Langsing?