KOMPAS.com - BMKG menyebut ada peningkatan jumlah gempa sepanjang Juli 2019 di Indonesia. Pada Jumat malam kemarin, lindu berkekuatan 7,4 pun mengguncang Banten yang getarannya terasa sampai Bali hingga Mataram.
Fenomena rentetan gempa di Indonesia ini pun membuat masyarakat beranggapan bahwa gempa pada waktu tertentu kemungkinan bisa menjalar dan memengaruhi gempa lain.
Sebagai contoh, gempa Lombok kemudian memicu gempa Palu, kemudian dari Papua menerjang Maluku Utara, Halmahera Selatan, Sumbawa, Bali, dan Banten, entah selanjutnya ke mana lagi.
Pasca gempa Banten M 6,9 pada 2 Agustus 2016, kini berkembang berita di media sosial bahwa akan terjadi gempa besar megathrust berkekuatan M 9,0. Gempa ini diyakini bakal mengaktifkan sesar Baribis.
Namun, benarkah suatu gempa dapat menjalar dan memicu gempa lain?
Baca juga: BMKG: Aktivitas Gempa Selama Juli 2019 Meningkat, Ini Rinciannya
Menjawab pertanyaan ini, Daryono selaku Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG mengatakan, gejala menjalarnya gempa dari satu tempat ke tempat lain, secara ilmiah sulit diterangkan.
"Hingga saat ini, kita lebih mudah mengkaji aktivitas gempa dalam aspek spasial dan temporal daripada mengkaji perubahan dan perpindahan tegangan (stress) di kulit Bumi. Inilah mengapa sangat sulit menerangkan secara empirik dugaan sebagian orang bahwa gempa saling berhubungan dan dapat menjalar ke sana ke mari," ujar Daryono kepada Kompas.com, Minggu malam (4/8/2019).
Dia mengatakan, ada beberapa pakar gempa yang berpendapat bahwa perubahan pola tegangan regional (regional stress pattern) mungkin dapat menerangkan gejala ini.
"Namun nyatanya, hingga saat ini bagaimana memodelkan hal itu masih sulit dilakukan," imbuh dia.
Sejauh perkembangan ilmu kegempaan, ada dua teori pemicuan antar gempa. Pertama, pemicuan gempa yang bersifat statis (permanen) dan pemicuan yang bersifat dinamik atau berpindah.
1. Pemicuan gempa bersifat statis
Pemicuan yang bersifat statis dapat terjadi pada gempa-gempa yang sangat dekat lokasinya.
Sebagai contoh adalah munculnya gempa-gempa baru di Lombok di bagian barat dan timur yang diduga kuat akibat pemicuan gempa yang bersifat statis (static stress transfer) dari gempa Lombok M 7,0 yang terjadi sebelumnya.