"Kami banyak terlibat bersama karena Pak Sutopo adalah sosok yang banyak membantu kami, sebagai peneliti, untuk menerjemahkan informasi riset yang kami dapatkan ke masyarakat dan media," papar Irwan.
"Jadi, sebagai peneliti beliau paham betul bahasa penelitian di ITB dan juga beliau memiliki kemampuan yang tidak kami punya, yaitu diseminasi informasi kebencanaan," tambahnya.
Hal inilah yang membuat Irwan merasa kehilangan sosok Sutopo.
"Kehilangan seseorang yang kemudian mengerti apa yang kami kerjakan dan kemudian menyampaikan dengan jauh lebih baik kepada masyarakat, komunitas, media, dan pengambil kebijakan yang lain," kata Irwan.
"Nah ini yang sebetulnya kita sangat kehilangan beliau," imbuhnya.
Baca juga: Tangkuban Parahu Meletus Tiba-Tiba, Ini Catatan dari Ahli
Berkat kemampuan komunikasi Sutopo pula, ini kemudian menginspirasi ITB untuk membuat mata kuliah khusus di program studi tersebut.
"Tadi saya cerita bahwa kita menginisiasi prodi bencana. Sekarang prodi itu sudah jadi opsi tentang kebencanaan. Dan ada salah satu topik kebencanaan (perkuliahan) itu kami menyebutnya diseminasi informasi bencana," kata Irwan.
"Itu (diseminasi informasi bencana) sebenarnya terinspirasi kemampuan beliau. Kami merasakan bidang itu perlu ada, memang kita perlu orang yang memahami komunikasi bencana tidak hanya dalam konteks riset," tambahnya.
Irwan menegaskan, hasil riset kebencanaan tidak akan banyak berarti jika tidak ada orang seperti Sutopo.
Sosok Sutopo memang tak tergantikan, tapi semoga ada orang seperti Sutopo di masa depan.
Sumber: KOMPAS.com (Resa Eka A.)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.