Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tangkuban Parahu Erupsi, Warganet Masih Mencari Sosok Sutopo

Kompas.com - 27/07/2019, 15:11 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Meletusnya Gunung Tangkuban Parahu pada pukul 15.48 WIB kemarin sore (26/7/2019), sontak membuat masyarakat panik.

Banyak yang mencoba mencari informasi, apa yang sebenarnya terjadi dengan Tangkuban Parahu. Portal-portal media dan situs terpercaya seperti Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) di media sosial menjadi rujukan.

Namun yang menarik, tak sedikit warganet yang masih mencari kehadiran sosok Sutopo Purwo Nugroho, Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang tutup usia Minggu (7/7/2019) lalu.

Baca juga: Tangkuban Parahu Erupsi, Hingga Saat Ini Masih di Level I Normal

Salah satunya akun Twitter @athya_ mengomentari kicauan PVMBG-CVGHM yang menginformasikan erupsi gunung Tangkuban Parahu kemarin sore.

"Don't we miss Mr. Sutopo in times like this? He'll explain this matter with easiest language as possible," tulis @athya_ dalam akunnya.

Semasa hidup, Sutopo memang dikenal sebagai ujung tombak pemberitaan bencana di tanah air. Di tengah sakit, Sutopo tetap menggelar konferensi pers untuk mengabarkan dan mengklarifikasi bencana.

Dalam sebuah kesempatan wawancara, Sutopo pernah berkata kanker paru-paru tak akan menghalangi tugasnya menyampaikan kabar bencana agar bisa mudah dimengerti kaum awam.

Apa yang dilakukan Sutopo tak hanya menjadi inspirasi warganet, tapi juga para ahli seprofesi dan cendekiawan lain.

Pada hari Sutopo berpulang, ahli gempa dari Institut Teknologi Bandung, Irwan Meilano berkata kepada Kompas.com bahwa Sutopo adalah sosok yang menginspirasinya dalam mengolah informasi kebencanaan dara data ahli ke bahasa awam agar mudah dipahami publik.

Tak sekadar support sesama ahli. Menurut Irwan, Sutopo juga membantu komunikasi kebencanaan dari peneliti kepada masyarakat.

"Kami banyak terlibat bersama karena Pak Sutopo adalah sosok yang banyak membantu kami, sebagai peneliti, untuk menerjemahkan informasi riset yang kami dapatkan ke masyarakat dan media," papar Irwan.

"Jadi, sebagai peneliti beliau paham betul bahasa penelitian di ITB dan juga beliau memiliki kemampuan yang tidak kami punya, yaitu diseminasi informasi kebencanaan," tambahnya.

Hal inilah yang membuat Irwan merasa kehilangan sosok Sutopo.

"Kehilangan seseorang yang kemudian mengerti apa yang kami kerjakan dan kemudian menyampaikan dengan jauh lebih baik kepada masyarakat, komunitas, media, dan pengambil kebijakan yang lain," kata Irwan.

"Nah ini yang sebetulnya kita sangat kehilangan beliau," imbuhnya.

Baca juga: Tangkuban Parahu Meletus Tiba-Tiba, Ini Catatan dari Ahli

Berkat kemampuan komunikasi Sutopo pula, ini kemudian menginspirasi ITB untuk membuat mata kuliah khusus di program studi tersebut.

"Tadi saya cerita bahwa kita menginisiasi prodi bencana. Sekarang prodi itu sudah jadi opsi tentang kebencanaan. Dan ada salah satu topik kebencanaan (perkuliahan) itu kami menyebutnya diseminasi informasi bencana," kata Irwan.

"Itu (diseminasi informasi bencana) sebenarnya terinspirasi kemampuan beliau. Kami merasakan bidang itu perlu ada, memang kita perlu orang yang memahami komunikasi bencana tidak hanya dalam konteks riset," tambahnya.

Irwan menegaskan, hasil riset kebencanaan tidak akan banyak berarti jika tidak ada orang seperti Sutopo.

Sosok Sutopo memang tak tergantikan, tapi semoga ada orang seperti Sutopo di masa depan.

Sumber: KOMPAS.com (Resa Eka A.)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com