Menurut Daryono, potensi didasarkan atas sejarah dan perhitungan dengan angka deviasi lebar. Sementara, prediksi lebih ke sesuatu yang hampir pasti akan terjadi dalam waktu dekat.
Geologi menggunakan parameter waktu yang sangat panjang, mulai dari 10.000 tahun hingga jutaan tahun.
Kesalahpahaman dan timbulnya keonaran di masyarakat dapat muncul saat menerima informasi potensi fenomena alam seperti gempa dan tsunami yang tidak lengkap.
Pelacak jejak tsunami purba dari Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Eko Yulianto mengatakan, potensi berarti suatu fenomena yang pasti akan terjadi, namun tak diketahui kapan terjadi.
Ketika terjadi, fenomena dapat mencapai titik maksimal (potensi) berdasarkan data yang ada.
Oleh karena itu, saat merespons informasi mengenai potensi gempa dan tsunami, maka hal utama adalah memahami ancaman dan perilaku manusia seperi apa yang dapat mengubahnya menjadi bencana.
Misalnya, ketika gempa bumi terjadi banyak korban muncul akibat robohnya suatu bangunan.
"Jadi, kalau ada yang tidak peduli dengan rumahnya tidak kuat, maka itu akan menjadi aspek manusia yang mengubah ancaman (gempa) jadi bencana (gempa)," papar Eko.
Demikian pula dengan tsunami.
Jika masyarakat tak peduli, terutama tinggal di pesisir yang mempunyai ancaman tsunami dan tidak mempersiapkan atau berlatih tsunami datang, aspek manusia pun akan mengubah ancaman tsunami menjadi bencana tsunami.
"Peristiwa gempa bumi dan tsunami adalah keniscayaan di wilayah Indonesia. Yang penting dan harus dibangun adalah mitigasinya, kesiapsiagaannya, kapasitas stakeholder dan masyarakatnya, maupun infrastruktur untuk menghadapi gempa dan tsunami yang mungkin terjadi," kata Daryono.
(Sumber: Kompas.com (Shierine Wangsa W)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.