Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penemuan yang Mengubah Dunia: Narkotika, "Rekreasi" Sejak Ribuan Tahun

Kompas.com - 24/07/2019, 23:05 WIB
Resa Eka Ayu Sartika

Penulis

KOMPAS.com - Beberapa hari belakangan, berabagai pemberitaan media tertuju pada beberapa selebritas yang tertangkap tangan memiliki dan menggunakan narkoba. Pekan lalu, komedian Nunung ditangkap atas penyalahgunaan sabu-sabu.

Kemarin, Selasa (23/07/2019), artis peran Jefri Nichol ditangkap atas kepemilikian ganja. Kedua selebritas tersebut menggunakan narkotika dengan alasan berbeda.

Narkotika sendiri sebenarnya bukan hal baru dalam peradaban manusia. Sudah sejak lama, narkotika dikenal manusia untuk berbagai kegunaan.

Merangkum dari Encyclopedia Britanica, narkotika memiliki definisi sebagai obat yang menghasilkan analgesia (penghilang rasa sakit), narkosis (rasa tidur atau pingsan), dan kecanduan.

Baca juga: Nunung dalam Kasus Narkoba, Begini Sejarah Pemakaian Sabu dan Efeknya

Fungsi Rekreasi Sejak Ribuan Tahun

Tak hanya itu, bagi beberapa orang, narkotika menghasilkan euforia atau perasaan gembira berlebih. Fungsi ini sering disebut sebagai fungsi rekreasi dari narkotika.

Fungsi rekreasi inilah yang sering kali dicari oleh pengguna narkotika.

Jika merunut sejarah, fungsi rekreasi ini telah dimanfaatkan sejak ribuan tahun lalu.

Di zaman kuno, tepatnya tahun 3400 sebelum masehi (SM), orang sudah mengenal narkotika dari sumber opium merah. Catatan paling awal mengenai opium berasal dari peradaban Mesopotamia, tepatnya bangsa Sumeria (saat ini Irak dan Kuwait).

Saat itu, opium yang berasal dari bunga poppy disebut dengan "tanaman sukacita". Julukan tersebut menandakan bahwa sejak dahulu kala, orang mengenal narkotika dari fungsi rekreasinya.

Penanam bunga poppy kemudian menyebar ke Yunani Kuno, Persia, dan Mesir. Persebaran inilah yang kemudian membuat beberapa orang mulai menyadari fungsi lain opium selain rekreasi.

Fungsi Medis

Sekitar tahun 1333-1324 SM, di bawah pemerintahan Raja Tutankhamen, bangsa Mesir Kuno mulai mengetahui fungsi medis opium.

Tapi jangan dibayangkan fungsi medisnya sudah diketahui cukup detail seperti saat ini.

Dulu, masyarakat Mesir Kuno menggunakan opium untuk membantu gangguan tidur, menghilangkan rasa sakit, bahkan menenangkan anak-anak yang menangis.

Baru pada tahun 400 SM, referensi medis untuk opium lebih jelas karena paparan HIppocrates. Opium, kala itu, mulai digunakan untuk anestesi selama operasi.

Baca juga: Jefri Nichol Ditahan karena Ganja, Obat Ini Berisiko Picu Skizofrenia

Terlepas dari fungsi medisnya, masyarakat juga masih menggunakannya untuk rekreasi. Masyarakat tersebut belum menyadari efek kecanduan dari narkotika.

Narkotika mulai dikenal di China dan Asia Timur sekitar abad keenam dan ketujuh masehi melalui perdagangan di sepanjang Jalur Sutra.

Selanjutnya, wilayah Asia justru menjadi penghasil bunga poppy yang paling besar.

Perkembangan Narkotika Jenis Baru

Anehnya, opium mulai menghilang dari catatan Eropa pada tahun-tahun selanjutnya. Dokumentasi mengenai nerkotika mulai muncul lagi sekitar tahun 1500-an.

Dokumentasi pertama yang muncul berasal dari Paracelsus, ahli toksikologi pertama. Dia membuat pil opium menggunakan jus jerik dan emas.

Paracelsus juga membuat laudanum, narkotika jenis baru dari opium dan alkohol.

Pada 1800-an, opium mulai diakui sebagai obat penghilang rasa sakit standar. Kala itu, komponen opium yang aktif secara farmakologis diisolasi.

Hasil isolasi itu menghasilkan morfin pada 1804 oleh apoteker muda Jerman, FWA Serturner. Nama morfin terinspirasi dari motologi Yunani, dewa mimpi bernama Moepheus.

Dalam bentuk murni, morfin 10 kali lebih kuat dibanding opium. Karena kekuatannya itu, morfin kemudian digunakan sebagai obat penghilang rasa sakit selama perang sipil AS.

Sayangnya, hal ini justru menimbulkan masalah baru. Itu karena akibat penggunaan morfin sekitar 400.000 tentara menjai kecanduan.

Para ahli memutar otak untuk mencari bentuk morfin yang tidak membuat ketagihan. 1874, ahli kimia Inggris bernama Alder Wright membuat heroin dari morfin.

Baca juga: Berkaca dari Kasus Nunung, Ini yang Terjadi di Tubuh Pengonsumsi Sabu

Heroin menjadi isolat morfin yang dianggap lebih aman.

1890-an, perusahaan farmasi Jerman, Bayer mulai memasarkan heroin sebagai pengganti morfin dan obat batuk. Bahkan, dalam iklanya, Bayer mempromosikan heroin untuk digunakan pada anak-anak yang batuk dan pilek.

Lagi-lagi hasilnya adalah kecanduan. Awal 1900-an, kasus kecanduan heroin meningkat tajam di Amerika Serikat dan Eropa Barat.

1916, Bayer menghentikan produksi heroin dan menggantinya dengan oxycodone yang diharapkan tidak membuat ketagihan.

Perang Terhadap Narkoba

Kasus-kasus kecanduan hingga ketergantungan ini kemudian membuat pemerintah di sejumlah negara menetapkan aturan ketat terkait narkotika.

Di AS, tahun 1938, Undang-undang makanan, obat, dan komestik disahkan dan menuntut semuanya harus terbukti aman oleh FDA.

Hanya saja, perkembangan narkotika tidak berhenti. Berbagai jenis narkotika semi-sintetis dan sintetis terus dikembangkan hingga kini.

Tahun 1973, pemerintah AS dengan tegas menyatakan perang terhadap narkoba. Salah satu faktor adalah tingginya insiden kecanduan heroin di AS.

Namun semuanya berubah pada dekade pertama 2000. Penekanan baru pada kontrol medis terhadap nyeri ditekankan oleh pembuat kebijakan kesehatan dan industri farmasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com