Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Viral Potensi Tsunami Selatan Jawa, Ahli Ingatkan Warga Lakukan 4 Hal Ini

Kompas.com - 22/07/2019, 12:29 WIB
Retia Kartika Dewi,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kabar tentang potensi gempa besar bermagnitudo 8,8, disertai gelombang tsunami setinggi 20 meter banyak tersiar di media sosial dalam pekan ini.

Namun, masyarakat tidak perlu panik berlebih atas informasi tersebut. Ada baiknya masyarakat lebih mengoptimalkan langkah-langkah mitigasi guna mengupayakan keselamatan.

Berikut 4 cara menyikapi kabar potensi bencana besar menurut para ahli.

Baca juga: Viral Potensi Tsunami Selatan Jawa, Jangan Cuma Cemas, Lakukan Ini...

1. Siap siaga melalui aplikasi InaRISK

Tampilan awal laman Inarisk jika dibuka melalui laman website.inarisk.bnpb.go.id Tampilan awal laman Inarisk jika dibuka melalui laman website.
Menyikapi informasi potensi bencana besar, seperti gempa bumi, tsunami, dan lainnya, masyarakat diimbau untuk tidak khawatir dan segera mempelajari soal kesiapsiagaan bencana.

Salah satunya dengan mengakses aplikasi untuk mengetahui risiko bencana yang dapat terjadi di wilayah pengguna, yakni aplikasi InaRISK.

Aplikasi ini bisa diunduh oleh pengguna ponsel di laman https://inarisk.bnpb.go.id.

Ketika pengguna memasukkan nama wilayah dan memilih jenis bencana yang ingin diketahui indeks risikonya, aplikasi InaRISK akan menampilkan bentuk peta digital dalam gradasi warna berbeda.

Tidak hanya menyajikan informasi seputar risiko bencana, InaRISK juga berisi informasi tentang cara pencegahan dan langkah penyelamatan yang harus dilakukan oleh warga ketika berada di wilayah yang berpotensi bencana.

Baca juga: Soal Potensi Tsunami Selatan Jawa, Jangan Hanya Cemas, Belajar Siap Siaga melalui Aplikasi Ini

2. Ingat Rumus 20-20-20

IlustrasiStockSnap/Pixabay Ilustrasi

Selain itu, saat mengetahui adanya potensi gempa besar di sekitar wilayah tempat warga tinggal, pihak Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyampaikan agar masyarakat mampu menerapkan prinsip 20-20-20, khususnya warga yang tinggal di bibir pantai.

Pelaksana Harian (Plh) Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB, Agus Wibowo mengungkapkan bahwa prinsip 20-20-20 merupakan salah satu sikap mitigasi ketika gempa M 8,8 terjadi.

"Kalau warga merasakan gempa selama 20 detik, setelah selesai (guncangan) warga harus segera evakuasi, karena di pantai akan datang tsunami dalam 20 menit, lari ke bangunan yang ketinggiannya minimal 20 meter," ujar Agus kepada Kompas.com, Sabtu (20/7/2019).

Namun, apabila ada warga yang masih di dekat pantai, bisa pula melakukan tindakan evakuasi dengan memilih gedung tinggi, asalkan bangunan tersebut masih berdiri kokoh pasca gempa berhenti.

Baca juga: Viral Potensi Tsunami Selatan Jawa, BNPB Minta Warga Ingat Rumus 20-20-20

3. Mengetahui karakteristik gempa

IlustrasiMAST IRHAM/EPA Ilustrasi

Upaya pengedukasian terkait mitigasi bencana besar juga dipaparkan oleh ahli tsunami dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Abdul Muhari.

Abdul mengungkapkan bahwa masyarakat perlu mengetahui dua karakteristik bencana terkait gempa dan tsunami, yakni high frequency but relatively low to medium risk (bencana yang sering terjadi tetapi relatif memiliki dampak risiko kecil sampai medium) dan low frequency but high risk disaster (bencana yang jarang terjadi tetapi memiliki dampak risiko sangat besar).

Menurut Abdul, untuk karakteristik pertama biasanya gempa memiliki periode ulang sekitar 50-150 tahun dan estimasi gelombang tsnumai yang muncul kurang dari 10 meter.

Sementara, untuk karakteristik kedua memiliki periode ulang lebih dari 400 tahun dan estimasi gelombang tsunami yang datang di atas 20 meter.

Baca juga: Ini Cara Pakar Susun Mitigasi Bencana seperti Potensi Tsunami 57 Meter

4. Hindari kawasan pesisir yang berbasis mitigasi

Ilustrasi Pantai PalabuhanratuKOMPAS.com/BUDIYANTO Ilustrasi Pantai Palabuhanratu

Menilik dari kasus tsunami yang terjadi di Jepang pada 2011, Pemerintah Jepang membagi kawasan pesisir yang direkonstruksi menjadi dua bagian, yakni kawasan terkena dampak tsunami dengan periode ulang 30-150 tahun dan kawasan dengan periode ulang di atas 200 tahun.

Abdul menyampaikan bahwa kawasan dengan periode ulang 30-150 tahun memiliki jarak sejauh 1 kilometer dari pesisir pantai, sementara untuk kawasan periode ulang di atas 200 tahun memiliki jarak pantai sejauh 3 kilometer dari pesesir pantai.

"Kedua kawasan ini tidak boleh diisi dengan pemukiman," ujar Abdul.

Dengan demikian, Pemerintah Indonesia sebaiknya menyediakan prasarana evakuasi dari tsunami di mana hal itu juga mudah dijangkau bagi pengguna dua kawasan tersebut.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 64 Tahun 2010 tentang Mitigasi Bencana di Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Pasal 17 Ayat (2) dan (3) menyebutkan bahwa fungsi struktur fisik bisa dikedepankan ditunjang dengan upaya non-fisik.

Tujuannya agar keberadaan struktur fisik, seperti hutan pantai, tanggul dan pemecah gelombang dapat seiring sejalan dengan upaya perubahan perilaku masyarakat dalam merespons tanda-tanda bahaya.

Baca juga: Viral Potensi Tsunami Selatan Jawa, Bagaimana Para Ahli Menentukannya?

Atas beredarnya informasi potensi gempa besar disertai tsunami tinggi, Abdul berharap masyarakat memahami informasi mengenai kebencanaan dalam arti luas.

"Suatu hasil kajian boleh saja diperdebatkan, imbauan agar masyarakat tetap tenang dan waspada boleh saja dilakukan," ujar Abdul.

"Akan tetapi hal tersebut harus dibarengi dengan tindakan yang lebih mendesak, yakni implementasi upaya mitigasi baik struktural maupun non-struktural yang direncanakan dengan baik dan tersosialisasikan secara berkelanjutan kepada masyarakat," tegas Abdul.

Sumber: KOMPAS.com (Ratia Kartika Dewi, Resa Eka Ayu Sartika)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com