Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkaca dari Kasus Nunung, Ini yang Terjadi di Tubuh Pengonsumsi Sabu

Kompas.com - 20/07/2019, 14:04 WIB
Mela Arnani,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pelawak Srimulat Nunung dan sang suami ditangkap pihak berwajib atas dugaan penyalahgunaan narkoba pada Jumat (19/7/2019) siang. Penangkapan dilakukan di kediaman Nunung di bilangan Tebet Timur, Jakarta Selatan.

Seiring penangkapan tersebut, hashtag #Nunung menjadi trending di media sosial Twitter.

Sejumlah publik figur pun pernah ditangkap kepolisian karena kedapatan mengonsumsi barang haram ini.

Beberapa di antaranya mengaku memakai sabu guna mendongkrak stamina mereka.

Mengulik lebih jauh, sebenarnya apa yang terjadi pada tubuh pengonsumsi narkotika jenis sabu?

Baca juga: Nunung Jaga Stamina dengan Narkoba, Apa Pilihan Lainnya?

Dokter Adiksi dari Institute of Mental Health Addiction and Neuroscience (IMAN) Jakarta Hari Nugroho menuturkan, sabu atau metafetamin dalam bentuk kristal memiliki pengaruh terhadap kinerja otak.

"Di dalam otak zat ini akan merangsang pengeluaran dopamine sekaligus memblok transporter re-uptake antar sel saraf," kata Hari saat diwawancara Kompas.com, Sabtu (20/7/2019).

Hal ini menyebabkan dopamin yang beredar dalam tubuh bertambah hingga ribuan kali dari normal dan menyebabkan tingkat ketergantungan tinggi.

Tubuh secara normal mengeluarkan dopamin saat seseorang melakukan hobi, aktivitas seksual, makan, dan lain-lain.

Bagaimana penyalahgunaan bisa terjadi?

Jangka pendek

Hari menjelaskan, jangka pendek penggunaan metafetamin merangsang fungsi tubuh menjadi lebih segar karena sifat stimulan yang dikandungnya.

Kondisi ini membuat tubuh seseorang lebih segar, sehingga aktifitas fisik, tekanan darah, denyut jantung, suhu badan meningkat, nafas lebih cepat, dan menurunkan nafsu makan.

Jangka panjang

Pemakaian jangka panjang akan menyebabkan permasalahan fisik atau mental.

"Semisal terjadi gangguan di gigi dan gusi (meth mouth), gangguan pada fungsi eksekutif sehingga proses penilaian dan pengambilan keputusan jadi terganggu," ujar Hari.

Terganggunya fungsi tersebut dapat meningkatkan perilaku dengan risiko tinggi, seperti menggunakan sabu dengan cara menyuntikkan dan bergantian jarum suntik antara satu orang dengan orang lain.

"Meningkatkan perilaku seksual berisiko, karena sabu juga akan mempengaruhi sexual drive. Sehingga pada akhirnya rentan juga tertular virus HIV, hepatitis B dan C serta penyakit menular seksual lainnya," tutur Hari.

Baca juga: Nunung Akui Pakai Sabu untuk Stamina, Apa Kata Dokter?

Penggunaan sabu menimbulkan rasa candu dan berimbas pada kesehatan mental.

Beberapa gejala gangguan jiwa yang ditemui antara lain halusinasi, gangguan tidur, perilaku kekerasan, dan cemas berlebihan hingga paranoia.

Hari menegaskan, sabu merupakan zat dengan daya adiktif tinggi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com