"Bagi pria yang misoginis, perempuan hanya obyek belaka, diberi uang, dicukupi, tapi hanya sebagai obyek seks,” imbuhnya kepada Kompas.com pada Kamis (11/7/2019)
Video ikan asin bukan satu-satunya konten buruk di dunia digital. Dalam banyak kasus, kita justru menyebar konten yang tak penting. Misalnya video Youtube soal bayi minta es krim yang viral beberapa bulan lalu.
Monyet Cukur Rambut
Masih ingat viral soal monyet cukur rambut? Ketika mengetik monyet cukur rambut, maka kita akan menemukan wajah Presiden Jokowi.
Baca juga: Pelaporan Rius Vernandes Terkait Menu Tulis Tangan Garuda, Bentuk Pelanggaran Hak Digital?
Kenapa ini disebut sisi gelap digital? Bukan karena melecehkan Presiden Jokowi-nya tetapi lebih pada soal "kok bisa Google mengira Presiden Jokowi monyet?"
Usman Hamid dari Amnesty International yang menekuni komputasi kritis dalam studi pasca-sarjananya mengatakan, "kasus monyet cukur rambut menunjukkan bahwa algoritma Google tidak sempurna."
Masalah mungkin tak terlalu berat jika yang dikira monyet adalah Presiden Jokowi. Dia adalah figur yang punya kekuasaan.
Tapi bagaimana jika yang dikira monyet adalah orang kulit hitam? Itu akan menguatkan stereotipe yang selama ini dilekatkan pada ras itu.
Dan nyatanya, itu telah terjadi. tahun 2015, Google dikritik habis-habisan sebab foto perempuan kulit hitam muncul saat pengguna mengetik "gorilla".
Usman yang dihubungi Kompas.com pada Jumat (5/7/2019) lalu mengatakan, "Google harus menyempurnakan algoritmanya. Masalah yang banyak dikritik selama ini berakar pada face recognition-nya."
Baca juga: Unggahan Kartu Menu Tulis Tangan Kelas Bisnis Garuda yang Berujung Pelaporan ke Polisi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.