Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perceraian Song-Song Couple Sesuai Statistik, Ini Penjelasannya

Kompas.com - 28/06/2019, 18:06 WIB
Shierine Wangsa Wibawa

Penulis

Sumber Fatherly

KOMPAS.com – Kabar perceraian Song Joong Ki dan Song Hye Kyo yang akrab disapa Song-Song Couple mengguncang internet. Banyak orang tidak menduga pasangan itu akan bercerai ketika usia pernikahan mereka baru berjalan 1,5 tahun.

Namun menurut statistik, perceraian Song-Song Couple bukan sesuatu yang aneh. Faktanya, survei menunjukkan bahwa mayoritas perceraian terjadi dalam dua tahun pernikahan.

Tahun 1-2: risiko tinggi

Randall M Kessler, pengacara perceraian dan hukum keluarga yang pernah menangani kasus Michael Jackson dan Ludacris, berkata bahwa perceraian memang idealnya dilaksanakan pada tahun pertama karena perjanjian pranikah biasanya baru berlaku pada tahun kedua.

Selain itu, survei yang dilaksanakan oleh Divorce-Online.co.uk terhadap 11.000 kasus perceraian juga mengungkapkan bahwa pada masa inilah, pria paling rentan berselingkuh sehingga terjadi kenaikan tajam pada perceraian akibat ketidaksetiaan.

Baca juga: Ikut Patah Hati Akibat Song Hye Kyo dan Song Jong Ki Cerai, Normalkah?

Menurut studi yang dipublikasikan dalam Journal of Personality and Social Psychology pada 2001, pasangan yang bercerai dalam dua tahun pertama pernikahan biasanya sudah mulai berselisih sejak dua bulan pernikahan.

Lalu kalaupun tidak bercerai, dua tahun pertama pernikahan juga merupakan masa kritis yang akan menentukan nasib pernikahan setelah 13 tahun berlalu. Pasangan yang mulai berselisih dan memandang buruk pasangannya pada awal pernikahan ditemukan paling rentan bercerai selama periode studi.

Tahun 3-4: risiko menengah

Nah jika tahun kedua telah lewat, barulah pasangan bisa bernapas sedikit lega pada tahun ketiga dan keempat.

Rata-rata pasangan baru mendapatkan buah hati pada tahun ketiga dan banyak studi, termasuk yang dipublikasikan dalam The Journal of Chinese Sociology pada 2015, menunjukkan bahwa anak meningkatkan stabilitas pernikahan.

Di sisi lain, menjadi orangtua baru juga bisa menambahkan stres pada hubungan. Itulah sebabnya, sebuah studi terhadap 522 pasangan yang dipublikasikan dalam Development Psychology pada 1999 menemukan bahwa kualitas pernikahan pertama kali mengalami penurunan pada usia keempat.

“Mayoritas pernikahan dimulai dengan kualitas yang sangat tinggi sehingga kemudian hanya bisa turun,” ujar Lawrence A Kurdek (1951-2009), mantan profesor psikologi di Wright State University yang menulis studi, kepada The New York Times.

Baca juga: Penemuan yang Mengubah Dunia: Perceraian, Dulu Tabu Kini Umum Terjadi

Tahun 5-8: risiko tinggi

Risiko pernikahan kembali tinggi pada tahun kelima sampai kedelapan. Hal ini mungkin ada hubungannya dengan sebuah istilah psikologi yang disebut “The seven-year itch”. Istilah itu merujuk kepada anggapan bahwa sebuah hubungan biasanya menurun pada tahun ketujuh.

Antropolog biologis Helen Fisher pernah mengulas mengenai fenomena ini di Scientific Americans Mind 26, 1, 74 (January 2015).

Setelah mengamati perilaku pasangan pada burung dan mamalia, Fisher mendapat petunjuk bahwa penyebabnya, setidaknya secara biologis, mungkin ada pada pola reproduksi alami yang diturunkan oleh nenek moyang.

Dia menemukan bahwa ketika risiko kematian anak menurun, kemungkinan untuk bercerai pun meningkat. Dengan kata lain, pasangan orangtua yang tidak berbahagia mungkin merasa lebih bebas untuk keluar dari pernikahan ketika anak-anaknya telah mampu bertahan hidup atau dirawat oleh anggota keluarga lain hingga dewasa.

Tahun 9-15: risiko rendah

Sebuah analisis dari Marriage Foundation yang didasarkan pada Statistik Nasional Inggris Raya menemukan bahwa pasangan yang berhasil mencapai usia pernikahan 10 tahun akan mengalami penurunan risiko perceraian dari tahun ke tahun.

Menurut Lisa Helfend Meyer, pakar Hukum Keluarga, hal ini mungkin dikarenakan oleh ekspektasi hubungan yang menjadi semakin realistis dari tahun ke tahun. Selain itu memasuki tahun ke-10, perceraian juga menjadi sangat berat secara biaya dan emosi bagi pasangan.

Baca juga: Bagaimana Pernikahan Ubah Kesehatan Fisik dan Mental, Menurut Sains

Tahun 16-20: risiko menengah

Belakangan, Anda mungkin menemukan bahwa perceraian pada usia 50-an menjadi semakin umum. Hal ini bukan cuma dugaan Anda saja. Seperti the seven-year itch, fenomena ini juga mulai diamati oleh para peneliti dan bahkan diberi nama “grey divorce” atau perceraian abu-abu.

Istilah grey divorce pertama kali diperkenalkan oleh Susan Brown dari Bowling Green State University dalam The Journals of Gerontology series B pada tahun 2012 yang mendapati bahwa angka perceraian pada orang-orang AS yang berusia di atas 50 tahun menjadi dua kali lipat antara tahun 1990-2010.

Fenomena ini bisa jadi karena kemungkinan untuk berselingkuh menjadi paling tinggi ketika pria dan wanita berusia di atas 55 tahun, menurut studi yang dilaksanakan oleh General Social Survey.

Selain itu, bisa jadi pasangan yang bercerai ketika sudah berusia 50 tahun telah lama ingin melakukannya, tetapi merasa berkewajiban untuk mempertahankannya selama bertahun-tahun walaupun mereka tidak bahagia.

“Banyak orang bilang, ‘Aku telah tidak bahagia seumur hidupku, aku tidak mau menghabiskan sisa waktuku dengan tidak bahagia’,” ujar Kessler.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com