KOMPAS.com – Saat ini, Bumi tengah mengalami ancaman perubahan iklim dan pemanasan global yang disebabkan oleh peningkatan emisi karbon secara signifikan akibat aktivitas manusia.
Jika tidak segera diatasi, dikhawatirkan kondisi ini dapat memicu perubahan habitat secara besar-besaran, dan mengancam kelestarian berbagai spesies makhluk hidup, baik di daratan maupun lautan. Skenario terburuk adalah terjadinya kepunahan massal yang dapat melenyapkan sebagian besar makhluk hidup yang masih eksis hingga saat ini.
Jika skenario tersebut benar-benar terjadi, maka Bumi hanya akan ditempati oleh beberapa spesies saja yang mampu bertahan menghadapi fenomena tersebut.
Salah satu hewan yang diprediksi mampu selamat dari kepunahan adalah cumi-cumi. Hal ini disimpulkan berdasarkan studi terbaru yang dipublikasikan di jurnal Conservation Physiology.
Studi yang dilakukan oleh peneliti dari ARC Centre of Excellence for Coral Reef Studies, James Cook University ini mengungkap bahwa cumi-cumi mampu bertahan hidup dalam kondisi ekstrem di mana terjadi keterbatasan oksigen dan peningkatan keasaman lautan.
Baca juga: Gigi Cumi-cumi Bisa Dijadikan Bioplastik hingga Pakaian Pintar
Semula, para peneliti memperkirakan bahwa cumi-cumi akan kesulitan untuk bertahan, karena gaya renangnya membutuhkan suplai oksigen dalam jumlah banyak dan konstan. Para peneliti juga semula menduga bahwa cumi-cumi akan kesulitan bergerak di bawah kondisi kadar CO2 yang tinggi, yang menyebabkan peningkatan tingkat keasaman lautan.
Hal ini sesuai dengan kondisi lautan saat ini, yang mengalami peningkatan keasaman akibat kenaikan konsentrasi CO2 di atmosfer, yang mencapai 400 ppm saat ini. Diperkirakan kondisi ini akan terus mengalami kenaikan hingga 900 ppm di akhir abad 21 jika tidak ada upaya untuk mengurangi emisi karbon secara signifikan.
Namun, ternyata kenyataannya berkata lain. Cumi-cumi justru dapat beradaptasi dengan baik dalam kondisi mengancam tersebut.
“Kami menemukan bahwa performa metabolisme aerobik dan tingkat pemulihan pasca aktivitas berat dari dua spesies cumi-cumi tropis tidak terpengaruh oleh peningkatan kadar CO2 yang sangat tinggi,” ungkap Dr. Blake Spady, peneliti dari James Cook University yang terlibat dalam studi, dilansir dari Science Daily.
Kedua spesies cumi-cumi ini adalah cumi-cumi pygmi dua warna (Idiosepius pygmaeus) dan cumi-cumi pantai sirip besar (Sepioteuthis lessoniana).
Baca juga: Bisa Melipat dan Memuntir Tentakel, Apakah Cumi-Cumi Ini Spesies Baru?
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.