Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terkonfirmasi, Garam Laut Bisa Hasilkan Berlian

Kompas.com - 31/05/2019, 19:34 WIB
Resa Eka Ayu Sartika

Penulis

KOMPAS.com - Dalam sejarah manusia, kita sangat senang menyimpan kekayaan dengan menimbun barang berharga. Salah satu benda berharga yang sering diminati adalah berlian.

Berlian menjadi batu mulia bernilai tinggi karena proses pembentukannya sangat panjang mencapai miliaran tahun. Tak hanya itu, batu berharga ini juga terbentuk di dalam pusat Bumi sehingga sangat sulit menemukannya di permukaan.

Sayangnya, lokasi dan proses pembuatan yang lama itu membuat tak ada ilmuwan yang benar-benar yakin bagaimana terbentuknya batu berkilau ini.

Meski begitu, salah satu teori yang populer menyatakan bahwa berlian terbentuk ketika lempeng dasar laut menggiling di bawah lempeng benua di zona subduksi tektonik.

Baca juga: Rahasia Alam Semesta: Bukan Air, Hujan di Jupiter dan Saturnus Berupa Berlian

Proses sedalam ratusan kilometer itu membuat mineral di dasar laut perlahan mengkristal akibat suhu tinggi dan tekanan yang puluhan ribu kali lebih besar dibanding di permukaan.

Krital-kristal ini kemudian bercampur dengan magma vulkanik yang disebut kimberlite. Terakhir, kimberlite itu meledak ke permukaan Bumi sebagai berlian.

Teori tersebut didukung dengan temuan berlian berjuluk "Hope". Dalam berlian paling langka itu ditemukan mineral lautan.

Terlebih lagi, warna biru berlian Hope mengingatkan kita pada warna laut dalam.

Namun, sebagai berlian terdalam dan terlangka di dunia, para ilmuwan sulit mempelajari berlian Hope ini.

Hal itu bukan berarti membuat para ilmuwan menyerah. Pada Rabu (29/05/2019), para ilmuwan memberikan sebuah bukti segar mengenai asal usul berlian di lautan.

Bukti itu dipublikasikan dalam jurnal Science Advances.

Pada studi ini, para peneliti mengamati endapan sedimen asin pada kelas batu yang cukup umum dijumpai, yaitu berlian berserat.

Berbeda dengan kebanyakan berlian yang berakhir sebagai perhiasan, berlian berserat dianggap kurang berharga.

Tetapi, bagi para ilmuwan, berlian berserat justru mampu mengungkap asal bawah tanah mereka. Para peneliti menemukan bahwa berlian berserat ditutupi oleh sedikit deposit garam, kalium, dan zat lainnya.

"Ada teori bahwa garam yang terperangkat di dalam berlian berasal dari air laut, tetapi itu tidak dapat diuji," ungkap Michael Foster, penulis utama penelitian ini dikutip dari Live Science, Rabu (29/05/2019).

Mendapatkan temuan ini, Foster dan koleganya kemudian menciptakan simulasi serupa di dalam laboratorium.

Baca juga: Ilmuwan Temukan 1.000 Triliun Ton Berlian di Bawah Permukaan Bumi

Mereka menempatkan sampel sedimen laut ke dalam wadah dengan mineral yang disebut peridotite. Peridotite adalah batuan vulkanik yang diperkirakan ada di kedalaman tempat berluan terbentuk.

Selanjutnya, tim mengekspos campuran itu pada kombinasi panas dan tekanan yang meniru mantel Bumi.

Hasilnya, peneliti menemukan bahwa berlian tercipta ketika campuran mengalami tekanan 4 hingga 6 gigapascal (setara dengan 40.000 hingga 60.000 kali tekanan atmosfer rata-rata di permukaan laut).

Tak hanya butuh tekanan, campuran itu juga harus berada pada suhu 800 hingga 1.000 derajat Celcius.

Kedua kondisi tersebut, membuat peneliti menghasilkan kristal garam yang memiliki sifat hampir identik dengan berlian berserat.

"Kami tahu bahwa beberapa jenis cairan asin harus ada saat berlian tumbuh, dan sekarang kami telah mengkonfirmasi bahwa sedimen laut sesuai yang diperkirakan," kata Foster.

Dia menambahkan bahwa percobaan yang sama juga menghasilkan mineral yang merupakan kunci untuk pembentukan kimberlite, di mana berlian biasanya menumpang tumpangan ke permukaan bumi selama letusan gunung berapi.

Jadi, berlian mungkin benar-benar bagian dari sejarah kelautan kuno yang bisa Anda pakai di jari.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com