KOMPAS.com – Unjuk rasa di Jakarta pada Rabu (22/5/2019) diwarnai dengan gas air mata. Polisi melepaskan tembakan gas air mata untuk memukul mundur massa yang melakukan tindakan-tindakan anarkis.
Dilansir dari berbagai sumber, gas air mata sebetulnya ada bermacam-macam. Masing-masing memiliki efek toksikologisnya dan tingkat keparahannya sendiri. Namun, yang paling sering digunakan adalah o-chlorobenzylidene malononitrile atau CS.
Alastair Hay, profesor toksikologi lingkungan, menjelaskan kepada BBC 25 November 2011 bahwa otoritas biasanya menggunakan gas air mata untuk menghindari penggunaan senjata yang lebih fisik atau amunisi tajam.
Pasalnya, efek dari gas air mata pada dosis rendah biasanya hanya bersifat sementara.
Pakar analisis dari publikasi intelijen dan keamanan IHS Jane’s, Neil Gibson, menjelaskan bahwa gejala gas air mata biasanya dimulai 20-30 detik sejak paparan dan mereda 10 menit sejak keluar dari paparannya.
Baca juga: Lewat Google, Misteri Sumber Gas Terlarang CFC-11 Terpecahkan
Gejala gas air mata pada umumnya meliputi rasa perih dan terbakar pada membran mata, hidung dan paru-paru; produksi air liur, air mata dan ingus berlebih; serta sesak napas, sakit kepala dan mual.
Namun, beberapa jenis gas air mata, misalnya oleoresin capsicum (OC) yang biasa dikenal sebagai semprotan merica, bisa bercampur dengan air, keringat atau minyak dan berubah menjadi cairan asam yang menyakitkan.
Rohini J. Haar, M.D., M.P.H., seorang peneliti medis dan penasihat di Physicians for Human Rights, mengatakan kepada SELF, (gas air mata seperti OC) membuat kulit Anda terasa terbakar, dan ketika dihirup dapat menyebabkan luka pada saluran pernapasan dan paru-paru.
Bisakah menyebabkan kematian?
Haar menjelaskan bahwa gejala dari gas air mata seharusnya bersifat sementara, sekitar 20-30 menit. Namun, jika Anda tidak bisa keluar dari gas air mata, paparannya terlalu banyak, atau Anda memang rentan, gas air mata bisa menimbulkan masalah kesehatan yang lebih serius.
Pada orang yang memang memiliki asma, misalnya. Haar berkata bahwa mereka memang lebih sensitif terhadap gangguan pernapasan dan bisa mengalami hypoxia atau kondisi di mana seseorang tidak mendapat cukup oksigen ke dalam tubuh.
Baca juga: 35 Warga San Jose Keracunan Gas Klorin Saat Berenang, Apa Itu?
Terkadang, wadah gas air mata yang dilemparkan juga bisa menyebabkan luka serius. “Kami telah melihat tulang atau tengkorak yang patah akibat tertimpuk wadah gas air mata,” ujar Haar.
Hay pun sependapat dengan Haar. Dia berkata bahwa meskipun jarang terjadi, kematian akibat gas air mata bisa terjadi. Biasanya ketika dikombinasikan dengan faktor-faktor lain yang membatasi pernapasan, seperti pembekukan oleh aparat keamanan atau sekadar tekanan fisik karena berlari.
Penggunaan gas air mata pada area yang sempit, seperti yang terjadi di jalanan Mohammed Mahmoud dekat Tahrir Square di Mesir pada 2011, juga dapat menyebabkan efek yang berkelanjutan karena paparannya menjadi lebih terkonsentrasi dan jangka waktunya menjadi lebih panjang.
Ketika pernapasan menjadi terganggu karena paparan gas air mata, Hay berkata bahwa seseorang bisa mengalami batuk-batuk parah yang mengeluarkan darah.