Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Cacar Monyet di Singapura, Pakar UGM Imbau Warga Indonesia Tak Khawatir

Kompas.com - 15/05/2019, 20:27 WIB
Resa Eka Ayu Sartika

Penulis

KOMPAS.com - Beberapa hari terakhir, kabar mengenai kasus cacar monyet atau Monkeypox di Singapura menghiasi media massa. Bahkan, kasus ini sempat membuat panik warga Indonesia karena ditakutkan masuk ke negara kita.

Menanggapi hal ini, pakar biokimia dan biologi molekuler dari Universitas Gadjah Mada (UGM) mengimbau masyarakat tidak perlu khawatir.

Profesor Wayan Tunas Artama, koordinator One Health Collaborating Center (OHCC) UGM menyebut bahwa masyarakat Indonesia tidak perlu takut dengan penyebaran cacar monyet ini. Hal itu karena penyakit ini kurang lebih serupa dengan cacar pada manusia yang disebabkan oleh smallpox.

Wayan menyebut kemiripan tersebut tampak dari gejala muncul dan angka kematian yang disebabkannya.

Baca juga: Cacar Monyet Belum Ditemukan di Indonesia, Bagaimana Menghindarinya?

"Gejala yang muncul mirip seperti penderita cacar tapi lebih ringan. Hal itu seperti demam, sakit kepala, nyeri otot, dan berlanjut dengan benjolan kecil ke seluruh tubuh," ungkap Wayan.

"Angka kematian penyakit ini juga serupa, yakni berkisar 1 sampai 10 persen. Serta kematian yang terjadi juga biasanya lebih banyak pada penderita yang berumur relatif muda," sambung dosen Fakultas Kedokteran Hewan ini.

Lebih lanjut, Wayan menyatakan penularan penyakit cacar monyet ke manusia ditransmisikan melalui berbagai jenis satwa liar, seperti primata dan hewan pengerat.

Sementara penularan dari manusia ke manusia sangat jarang terjadi.

"Seseorang dapat terjerat penyakit ini karena kontak langsung dengan darah, cairan tubuh, kulit, dan cutaneus lesion dari satwa liar yang terinfeksi oleh virus ini," kata Wayan.

"Sementara penularan melalui manusia bisa terjadi karena kontak langsung dengan saluran pernafasan, kulit yang mengandung cairan cacar atau cairan lain dari pasien. Namun, kasus antar manusia masih jarang ditemukan. Bahkan, kejadian di Afrika bisa terjadi karena pola makan bushmeat dari masyarakat di sana," sambungnya.

Wayan mengingatkan masyarakat juga tetap harus hati-hati.

Meski saat ini vaksin cacar monyet belum ditemukan, dia menyebut bahwa wabah ini dapat dikontrol karena sebenarnya masyarakat sudah divaksinasi dengan vaksin smallpox yang telah dilakukan sejak 1980 ketika wabah cacar menyebar.

"Masyarakat masih terlindungi karena adanya kekebalan silang dari vaksin smallpox. Menurut laporan, kekebalan ini mencapai 85 persen," tuturnya.

Hal yang saat ini dapat dilakukan, menurut Wayan, adalah upaya pencegahan.

Beberapa upaya yang dilakukan seperti menerapkan gaya hidup sehat, menghindari kontak fisik dengan satwa liar selaku reservoir virus, menghindari kontak fisik langsung dengan penderita, menghindari konsumsi bushmeat, serta segera lapor ke dinas kesehatan jika mengalami gejala.

Baca juga: Cacar Monyet dan Cacar Air Berbeda, Kenali Keduanya

Selain itu, jika benar ada penderita, petugas kesehatan yang berhubungan langsung juga harus berhati-hati dengan menggunakan proteksi yang dianjurkan.

Bagi pemerintah, Wayan juga menyarankan menyiapkan beberapa langkah seperti yang dilakukan oleh Pemerinah Kota Batam yakni menyiapkan alat pendeteksi suhu tubuh.

"Beberapa bandara yang memiliki direct flight dari negara yang terkena wabah, seperti Singapura dan Nigeria utamanya perlu untuk menyiapkan alat tersebut," sebutnya.

Terakhir, Wayan berpesan agar masyarakat tidak panik dengan situasi ini.

"Dari fakta-fakta yang sudah saya paparkan di atas, kita bisa tahu bahwa penyakit cacar monyet memang bahaya," kata Wayan.

"Namun, jika dibanding dengan penyakit seperti ebola dan MERS, penyakit ini masih di bawahnya. Jadi, tidak perlu khawatir secara berlebihan tapi tetap selalu waspada," tambahnya.

Sebagai informasi, cacar monyet atau monkeypox merupakan viral zoonoses yang menular dari hewan ke manusia atau sebaliknya (yang disebut terakhir kasus sangat jarang terjadi).

Penyakit ini pertama kali teridentifikasi pada tahun 1958 di Republik Demokratik Kongo. Namun, penyebaran kasus secara sporadik pada manusia baru terjadi tahun 1970 di beberapa negara Afrika, seperti Republik Demokratik Kongo, Kongo, Kamerun, Afrika Tengah, Nigeria, Pantai Gading, Liberia, Sierra Leon, Gabon, dan Sudan.

Hingga sekarang, penyakit ini masih terus terjadi di berbagai belahan dunia.

Kasus terbaru terjadi di Singapura pada 8 Mei 2019 lalu. Berdasarkan data dari Kementrian Kesehatan Singapura, penderita merupakan seorang warga negara Nigeria yang baru singgah di sana 28 April 2019.

Kasus ini terbilang wajar terjadi mengingat pada 2017 lalu, Nigeria mengalami wabah monkeypox yang cukup besar. Sebanyak 23 orang yang telah melakukan kontak dengan penderita saat ini dikarantina.

Menanggapi kejadian tersebut, pemerintah Kota Batam siaga untuk mencegah penyebaran penyakit tersebut agar tidak sampai ke Indonesia. Mereka menyiapkan alat pendeteksi panas guna mendeteksi setiap pengunjung yang singgah di Batam.

Baca juga: Mengenal Penyakit Cacar Monyet yang Baru Saja Sampai ke Singapura

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com