KOMPAS.com – Selama menjalankan ibadah puasa, tentunya seseorang tidak hanya menahan diri dari nafsu makan dan minum saja, namun juga berbagai nafsu duniawi lainnya.
Bagi seorang perokok aktif, puasa juga memisahkannya dari batang rokok selama sekitar 13 jam, dari waktu sahur hingga berbuka.
Momentum ini sebenarnya dapat dimanfaatkan untuk berpisah sepenuhnya dengan rokok.
Menurut Dr. dr. Erlina Burhan. MSc, Sp.P(K), dokter spesialis paru dan pakar tuberkulosis, merokok dapat meningkatkan risiko untuk terinfeksi dan terjangkit tuberkulosis dua kali lipat dibandingkan dengan orang yang tidak merokok.
“Satu batang rokok akan melumpuhkan silia (rambut getar) di saluran napas yang berfungsi untuk mengusir kuman keluar tubuh”, terang Erlina.
Baca juga: Hati-hati, Risiko Tuberkulosis Dapat Mengancam Siapa Saja
Erlina juga memaparkan bahwa hampir 70 persen pria dewasa di Indonesia adalah perokok, dan sebagian besar pasien tuberkulosis pernah merokok atau mantan pecandu rokok, dan biasanya berhenti merokok setelah divonis mengidap tuberkulosis.
Untuk menurunkan risiko tuberkulosis tersebut, Erlina berbagi beberapa tips yang dapat dilakukan untuk mulai berhenti merokok.
“Yang penting, pertama kali adalah niat sungguh-sungguh dari diri sendiri untuk berhenti merokok. Sampaikanlah niat ini ke dokter, dan dokter akan membantu anda untuk stop merokok. Lebih baik stop sama sekali dibanding mengurangi rokok sedikit demi sedikit”, tutur Erlina.
Menurut Erlina, tindakan untuk berhenti merokok sama sekali akan menimbulkan gejala ‘withdrawal syndrome’ atau sindroma putus rokok yang mengakibatkan seseorang menjadi cemas, gelisah, kurang konsentrasi, dan merasa lemah.
Baca juga: 5 Jenis Sampah Terbanyak di Bumi, dari Puntung Rokok hingga Styrofoam
“Tapi itu hanya bersifat sementara. Bila menyadari itu dan berhasil melewatinya maka tubuh akan menyesuaikan diri sehingga tidak ada lagi rasa kebutuhan dan keinginan untuk merokok”, paparnya.
Erlina menjelaskan bahwa konsultasi dan bimbingan untuk berhenti merokok dapat dijumpai di rumah sakit besar atau menemui praktik dokter spesialis paru.
“Orang yang baru berhenti mudah tergoda untuk kembali merokok. Tidak tahan dengan sindroma withrawal-nya. Tapi sharing dengan dokter bisa memotivasi untuk melewati itu karena memang harus dilewati”, ungkapnya.
Oleh karena itu, momentum bulan puasa ini dapat dijadikan fondasi untuk membatasi dan menahan diri dari keinginan tersebut, terlebih karena secara tidak sadar, seorang perokok ternyata mampu menjauhi rokok kegemarannya selama berjam-jam.
“Coba mulai menjauh dari lingkungan atau orang sekitar yang sedang merokok. Berani mengatakan, maaf, saya tidak merokok bila ada yang menawarkan rokok”, tutup Erlina.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.