Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

2 Spesies Burung Baru di Sulawesi Memang Pleci, tetapi...

Kompas.com - 26/04/2019, 19:01 WIB
Resa Eka Ayu Sartika

Penulis

KOMPAS.com - Kabar mengenai ditemukannya dua spesies burung baru di Sulawesi yang termuat dalam artikel Kompas.com berjudul "2 Spesies Burung Baru Ditemukan di Sulawesi, Ungkap Keunikan Evolusi" dan "LIPI: Temuan 2 Burung Baru Bukti Sulawesi Punya Sejarah Evolusi Unik" mendapat komentar dari warganet.

Kebanyakan netizen mengenali kedua burung tersebut sebagai jenis pleci. Karena mudah dikenali, warganet juga menyebut bahwa kedua burung tersebut bukanlah spesies baru dan sangat mudah ditemui di pasar burung wilayah tempat tinggal mereka.

Lalu, benarkah kedua spesies tersebut adalah burung pleci?

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, ada baiknya jika kita mengenal dulu apa yang dimaksud dengan burung pleci.

Baca juga: 2 Spesies Burung Baru Ditemukan di Sulawesi, Ungkap Keunikan Evolusi

Menurut Mohammad Irham, peneliti ekologi dan sistematika burung Lembaga Ilmu Pengetahuan Indoneia (LIPI), pleci merupakan nama lokal yang merujuk kepada genus yang sama yaitu Zosterops.

"Nama pleci sendiri nampaknya berakar dari komunitas penghobi burung di Jawa yang akhirnya lebih sering dipakai," ujar Irham.

"Nama lokal atau daerah lain untuk genus Zosterops antara lain Siki nangka dan Esenangka Gunung (Sunda), Tomi-tomi (Buton), Lauelen dan Cilee (Duri, Melayu), Cui-cui, dll," imbuhnya.

Benar jenis pleci, tetapi...

Sebagai informasi, famili Zosteropidae (salah satunya genus Zosterops) merupakan burung kacamata. Nama itu disematkan karena bentuk warna bagian mata burung yang masuk dalam famili ini berbentuk seperti memakai kacamata.

"Indonesia memiliki 35 spesies dari famili tersebut, yang terdiri atas 7 genus. Genus Zosterops adalah genus dengan spesies paling banyak, yaitu 24 spesies," ujar Irham.

"Mayoritas kalangan umum hanya mengenali spesies-spesies tersebut sebagai pleci sehingga komentar tersebut tidak mengherankan. Apalagi jika hanya dilihat secara sekilas, penampakan morfologi secara umum hampir serupa satu sama lain," imbuhnya.

Dari pendapat Irham tersebut, bisa dikatakan bahwa dua burung yang disebut sebagai spesies baru itu memang termasuk dalam genus Zosterops atau kerap disebut pleci. Ini membuat komentar warganet menjadi masuk akal.

Meski demikian, spesies yang dilaporkan dalam Zoological Journal itu kemungkinan spesies berbeda.

Selain itu, Irham juga menanggapi tentang komentar warganet yang menyebut burung pleci sangat mudah ditemui di pasar burung. Peneliti LIPI itu menyampaikan keprihatinannya.

"Populasi di habitat alaminya sudah mulai berkurang karena banyak ditangkapi untuk dijual di pasar burung," kata Irham.

"Jika ada pendapat netizen bahwa pleci ini masih banyak karena mereka hanya melihatnya di pasar yang hampir setiap hari tersedia stoknya, tanpa pernah memikirkan dari mana pleci tersebut ditangkapi," tegasnya.

Baca juga: LIPI: Temuan 2 Burung Baru Bukti Sulawesi Punya Sejarah Evolusi Unik

Cara memutuskan spesies baru

Komentar warganet yang mengklaim bahwa burung temuan LIPI tersebut bukanlah spesies baru membuat kita kembali bertanya, bagaimana satu makhluk hidup disebut sebagai spesies baru.

Menjawab pertanyaan itu, Irham menegaskan bahwa pada dasarnya semua spesies sudah ada di alam.

"Yang dimaksud spesies baru adalah jika spesies tersebut belum pernah dideskripsikan dan dipublikasikan sebelumnya," tutur Irham menjelaskan.

"Spesies yang diduga baru harus melalui proses penelitian untuk membuktikan bahwa spesies itu memiliki karakter (morfologi, molekuler, ekologi dan lain-lain) yang berbeda dari spesies lain," sambungnya.

Tak sampai di situ, menurut Irham, spesies tersebut kemudian akan dideskripsi dan diberi nama menurut kaidah taksonomi yang sesuai dengan kode International Code for Zoological Nomenclature dan dipublikasikan.

"Dalam melakukan deskripsi spesies baru, penulis harus merujuk kepada spesimen ilmiah dari individu yang diduga spesies baru tersebut. Dengan demikian ketersediaan spesimen adalah mutlak," ujar Irham melalui pesan singkat.

"Spesimen tidak hanya menjadi rujukan deskripsi fisik yang mencirikan spesies tersebut tetapi juga menjadi tautan dari nama ilmiah yang akan diberikan oleh penulisnya. Spesimen yang menjadi rujukan deskripsi dan nama spesies baru tersebut akan menjadi 'TIPE SPESIMEN (Holotype, dan lain-lain)'," imbuhnya.

Agar spesimen menjadi tipe spesimen, maka harus teregistrasi di museum nasional.

"Kombinasi nama untuk spesies baru yang terdiri atas nama genus dan spesies juga harus belum pernah dipakai oleh spesies-spesies yang lain," tegasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau