Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penemuan yang Mengubah Dunia: Kotak Suara, Buka Level Baru Demokrasi

Kompas.com - 20/04/2019, 22:04 WIB
Resa Eka Ayu Sartika

Penulis

KOMPAS.com - Pemilihan umum di Indonesia sudah selesai dilaksanakan. Meski begitu, berita tentang pemilu masih menghiasi media massa.

Salah satu yang menghiasai pemberitaan adalah kotak suara. Mulai dari berita pembobolan, perusakan, hingga penyimpanan kotak suara di berbagai daerah.

Di luar seluruh pemberitaan dan kontroversinya, kotak suara punya sejarah yang panjang di dunia. Ya, seiring dengan metode demokrasi yang berkembang ada sejarah dari kotak suara itu sendiri.

Sebelum adanya kotak suara dan surat suara, orang menyampaikan aspirasinya secara langsung. Hal ini bisa dilihat dari sejarahnya di Yunani Kuno.

Baca juga: Penemuan yang Mengubah Dunia: Surat Suara, dari Tembikar hingga Kertas Dicoblos

Setelah itu, surat suara mulai dikenal untuk menyampaikan aspirasi warga di Roma maupun Yunani Kuno. Sayangnya, saat itu pemungutan suara bersifat tertutup sehingga belum dikenal kotak suara.

Kala itu, warga menyampaikan surat suara pada "penyampai".

Benda semacam kotak suara baru mulai ada sekitar tahun 920 masehi di Tamil Nadu, India Kuno. Warga melakukan pemungutan suara majelis desa menggunakan daun palem yang kemudian dimasukan dalam pot lumpur.

Mirip dengan metode pemilu di Indonesia saat ini, bukan?

Level Baru Demokrasi

Namun, pemilu di dunia pada masa tersebut masih menganut pemungutan suara secara terbuka. Para pemilih mengumumkan secara terbuka siapa kandidat yang mereka pilih.

Seperti yang kita rasakan beberapa bulan terakhir, metode ini membuat rapat umum menjadi gaduh, riuh, dan terkadang penuh dengan rivalitas.

Sekitar tahun 1872, baru kotak suara mulai dikenal di Pontefract, Inggris. Meski saat itu, metode ini dianggap tidak jantan dan tidak Inggris karena pemilih hanya pria.

Kotak suara menandai pemilihan umum yang dilakukan secara publik tapi tetap rahasia.

Ini menjadi waktu pertama orang memilih dengan menandai kertas suara mereka secara pribadi di bilik terpisah kemudian memasukkannya ke dalam kotak suara.

Kotak-kotak ini dibuat secara khusus dan ditandai dengan segel lilin untuk memastikan tidak ada yang mengubah suaranya.

Metode ini membuat peminat pemungutan suara membludak. Pasalnya, pemilih jadi bisa membuat pilihan mereka secara diam-diam dan dukungan partai mungkin akan sangat berbeda.

Baca juga: Quick Count Pilpres Hasilnya Sedikit Berbeda Antarlembaga Survei, Mengapa Demikian?

Selain itu, pemilihan dengan kotak suara ini menghilangkan banyak peluang korupsi dan paksaan atau kekerasan yang terjadi di pemungutan suara publik. Pada masa itu, simpatisan sering memaksa pemilih untuk memberikan suaranya.

Bahan Kotak Suara

Hingga kini, metode pemilu dengan kotak suara masih dilakukan di beberapa negara. Bahan yang digunakan beberapa negara juga berbeda-beda bergantung periodenya.

Misalnya saja di Amerika, untuk pemilihan umum peretama untuk pemerintahan federal menggunakan kardus. Tapi pada 1870, beberapa negara bagian menggunakan bahan kayu untuk kotak suara.

Bahan lain yang pernah digunakan untuk kotak suara misalnya kaca, bahan tembus cahaya, metal, dan plastik. Salah satu kotak suara terunik yang pernah ada adalah tempat sampah yang digunakan untuk pemilihan pemerintah federal Jerman tahun 2017 di kota Bochum.

Indonesia juga punya daftar berbagai bahan untuk kotak suara.

Pada pemilu 1955, kotak suara menggunakan bahan kayu jati. Sedangkan pada pemilu 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, dan 1999 bahan yang digunakan untuk kotak suara adalah kayu.

Pada pemilu 2004 dan 2009, kotak suara dibuat dari alumunium. Pada pemilu 2014, kotak suara berbahan alumunium dan kardus.

Tahun 2019, pemilu mengunakan kotak suara dari kardus. Alasannya adalah biaya produksi yang murah, kepraktisan distribusi, hingga proses penyimpanan yang mudah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com