Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Foto Pertama Lubang Hitam Terungkap, Ini yang Perlu Digarisbawahi

Kompas.com - 11/04/2019, 13:43 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Dunia astronomi tengah dihebohkan dengan foto penampakan lubang hitam. Fenomena yang dinanti banyak orang selama 2,5 abad ini diumumkan secara resmi oleh para astronom, kemarin malam (10/4/2019).

Foto yang menunjukkan sinar bulat berwarna oranye dan berlatar hitam itu mengundang decak kagum bagi banyak orang, khususnya para astronom. Bagi mereka yang awalnya tidak percaya bahwa lubang hitam itu nyata mungkin akan membalikkan kepercayaan tersebut.

Warna oranye yang tertera pada gambar sebenarnya adalah lingkaran gas dan plasma yang menunjukkan lubang hitam supermasif di galaksi M87, berjarak 500 triliun kilometer dari Bumi.

Lantas, apakah foto itu bisa ditangkap pandangan mata dan dipotret begitu saja dengan kamera?

Baca juga: Setelah 2,5 Abad, Gambar Lubang Hitam Pertama Terungkap. Ini Fotonya...

Jawabannya tidak. Seperti dilansir AFP, pada April 2017 delapan teleskop radio yang tersebar di berbagai penjuru dunia seperti di Hawaii, Arizona, Spanyol, Meksiko, Chili, dan Kutub Selata diprogram untuk merekam data dua lubang hitam di dua sudut semesta untuk mengumpulkan data.

Seluruh perangkat teleskop ini dinamai Event Horizon Telescope (EHT). Sebuah usaha untuk mengumpulkan data-data yang bisa menghasilkan gambar pertama lubang hitam raksasa.

"Ketimbang membangun satu teleskop raksasa yang akan hancur karena saking beratnya, kami mengkombinasikan hasil beberapa pusat pengamatan. Ini seperti pecahan-pecahan cermin raksasa," ujar Michael Bremer, seorang astronom di Institut Radio Astronomi Milimetrik di Grenoble.

Lebih lanjut, Marufin Sudibyo astronom amatir dari Indonesia menegaskan bahwa foto lubang hitam yang dipublikasikan oleh National Science Foundation bukanlah foto akibat spektrum cahaya tampak.

"Harus digarisbawahi, foto itu ditangkap oleh spektrum gelombang radio tertentu yang kemudian divisualisasikan ke dalam warna seperti yang bisa kita lihat," ujar Marufin dihubungi Kompas.com, Kamis (11/4/2019).

Ini artinya 200 ilmuwan yang terlibat dalam proyek ini tidak memotret dengan kamera DSLR dan tidak bisa dilihat dengan pandangan mata biasa. Sebab seperti kita tahu, kamera dan mata memiliki cara kerja sama yakni menangkap gambar dengan bantuan cahaya.

Nah, dalam pengambilan gambar itu para astronom menggunakan spektrum gelombang radio yang datanya disimpan dalam hard drive berjumlah ratusan.

Gelombang radio sendiri merupakan satu bentuk radiasi elektromagnetik yang terbentuk ketika objek bermuatan listrik dari gelombang osilator (gelombang pembawa) dimodulasi dengan gelombang audio (ditumpangkan frekuensinya) pada frekuensi yang terdapat dalam frekuensi gelombang radio (RF: radio frequency) pada suatu spektrum elektromagnetik, dan radiasi elektromagnetiknya bergerak dengan cara osilasi elektrik maupun magnetik.

"Lubang hitam berdasar definisi itu adalah benda langit eksotik dengan massa jenis demikian rupa. Sehingga gravitasinya yang begitu besar tak hanya sekedar melengkungkan ruang-waktu di sekelilingnya dengan kuat, tapi membuatnya membentuk asimtot alias "sumur" tanpa dasar," jelas Marufin.

Dia melanjutkan, pada prinsipnya semua benda di alam semesta bergerak dengan menyusuri lengkungan ruang-waktu, termasuk cahaya.

"Kala ruang-waktu menjadi asimtot, maka benda apapun takkan bisa lolos darinya. Itulah yang terjadi pada lubang hitam," sambung dia.

Beberapa teori mengungkap lubang hitam dapat menyedot materi dari bintang-bintang tetangganya. Materi itu berupa plasma atau gas-gas superpanas yang terionisasi, yang bergerak ke lubang hitam menyusuri lintasan berbentuk spiral. Hal ini ditunjukkan dengan warna oranye seperti api pada gambar.

Semakin dekat ke lubang hitam, maka materi semakin terpanaskan dengan hebat. Hal inilah yang membuat lubang hitam memancarkan gelombang radio dalam spektrum sangat lebar, mulai gelombang panjang hingga sinar X.

"Tepat saat plasma hendak masuk ke lubang hitam, ia memasuki kawasan horizon peristiwa. Di sini pemanasan mencapai puncaknya yang membuat intensitas sinar X terkuat terjadi," jelas Marufin.

"Apa yang dideteksi oleh sistem teleskop Event Horizon (EHT) dan dipublikasikan semalam adalah horizon peristiwa-nya," imbuhnya.

Dengan begitu, horizon peristiwa bisa disebut sebagai perbatasan dalam ruang-waktu suatu daerah di lubang hitam.

Baca juga: Berhasil Dipotret Pertama Kali, Ini 5 Fakta Tentang Lubang Hitam

Dari foto tersebut, Marufin berkata ini adalah salah satu penemuan terpenting di abad ke-21 di dunia sains.

"Signifikasi penemuannya serupa dengan saat umat manusia pertama kali menyadari adanya sistem tata surya Pegasi 51 di rasi Pegasus pada 1995. Sebelum itu sebagian besar orang percaya bahwa Matahari adalah satu-satunya tata surya di semesta," ujar Marufin.

Selain itu, foto ini dapat dijadikan bukti bahwa omongan Albert Einstein terbukti benar.

Meski Albert Einstein sendiri tak percaya dengan eksistensi lubang hitam yang diturunkan secara gemilang dari persamaan-persamaan relativitas pada umumnya.

Menariknya lagi foto itu mirip seperti penggambaran imajinasi para ilmuwan selama ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau