“Ternyata dengan campuran palladium dan emas, juga dibalut dengan polimer menghasilkan efek sinergis yang performanya jauh lebih baik dibanding palladium saja,” jelas Ferry.
Hidrogen merupakan gas yang relatif sulit untuk dideteksi. Selain mudah terbakar, hidrogen bersifat kasat mata, tidak berbau, serta mudah menguap.
“Dengan sensor ini, penggunaan hidrogen secara luas bisa lebih ditingkatkan tanpa harus takut akan segi keamanannya," ungkapnya.
Hidrogen merupakan kandidat bahan bakar yang sangat menjanjikan dari sisi lingkungan karena hanya menghasilkan air sebagai residunya.
Meski demikian, untuk saat ini, perkembangan mobil hidrogen masih berada di belakang mobil listrik.
Kendala utama selain dari segi keamanan adalah efisiensi energi serta masalah penyimpanan dan ketersediaan bahan bakar hidrogen itu sendiri.
Gas hidrogen dapat diproduksi melalui pemisahan molekul air via proses elektrolisis. Namun, untuk dapat menghasilkan gas hidrogen dalam skala masif, dibutuhkan listrik yang besar pula.
Rintangan lainnya terletak di keterbatasan infrastruktur serta biaya. Total pengeluaran dari mobil hidrogen masih jauh lebih besar dibandingkan mobil listrik untuk jarak tempuh sama.
Terobosan terbaru terkait bahan bakar hidrogen dari Ferry dan sejumlah ilmuwan boleh jadi bakal mendorong pengembangan kendaraan hidrogen lebih cepat.
Penelitian Ferry dan rekannya dipublikasikan di jurnal Nature Materials pada Senin (1/4/2019). Selain Ferry sebagai first author paper itu, peneliti Indonesia yang terlibat dalam riset ini adalah Irwan darmadi, dari institusi yang sama.
Baca juga: Habis Pijat, Kenapa Jari Tangan Bunyi Krek-Krek ketika Ditarik?
*Artikel dikoreksi pada Minggu (7/4/2019) untuk menambahkan ilmuwan Indonesia lain yang terlibat dalam riset ini.