Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Deteksi dalam Sedetik, Sensor Hidrogen Ilmuwan Indonesia Tercepat di Dunia

Kompas.com - 06/04/2019, 19:52 WIB
Julio Subagio,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Pertumbuhan kesadaran publik akan isu lingkungan seperti perubahan iklim mendorong ilmuwan mengembangkan kendaraan pintar sekaligus ramah lingkungan.

Salah satu kendaraan yang digadang-gadang akan eksis pada masa depan adalah mobil dengan bahan bakar hidrogen.

Beda dengan kendaraan saat ini, mobil hidrogen tidak megemisikan karbon ke lingkungan dan lebih efisien.

Masalahnya, ilmuwan trauma dengan kendaraan berbahan bakar hidrogen karena sifat gas itu yang mudah terbakar jika tercampur dengan udara luar.

Tahun 1937 di Zeppelin Hindenburg, kendaraan udara berbasis hidrogen meledak akibat kebocoran, menewaskan 36 orang.

Ferry Nugroho, ilmuwan Indonesia yang kini meneliti di Chalmers Institute of Technology, Swedia, bersama timnya kini membuat terobosan baru.

Dia merancang teknologi sensor kebocoran hidrogen yang terbuat dari nanopartikel dengan material campuran paladium dan emas, yang kemudian dibalut dengan polimer.

Nanopartikel ini berperan sebagai sensor optik yang bekerja berdasarkan fenomena plasmon, yaitu terserapnya cahaya oleh nanopartikel logam.

Saat cahaya tertangkap logam, sensor nanopartikel akan berubah warna. Perubahan warna menunjukkan adanya perubahan konsentrasi hidrogen, menandai kebocoran.

Polimer plastik pembalut sendiri berfungsi melindungi nanopartikel dari molekul lain yang bisa mengintervensi kerja sensor.

Ferry mengatakan, sensor bekerja sangat efektif dan mampu mendeteksi 0,1 persen gas hidrogen di udara dalam waktu kurang dari satu detik.

Ferry juga menambahkan bahwa sensor ini sanggup mendeteksi hidrogen dalam kisaran konsentrasi 0,0003 persen hingga 100 persen.

Baca juga: Fakta Baru Kucing, Si Pus Ternyata Kenali Nama Pemberian Anda

"Sensor saya sendiri ini sekarang menjadi yang tercepat (dalam mendeteksi hidrogen)," kata Ferry saat dihubungi Kompas.com, Jumat (5/4/2019).

Sebelumnya, sensor optik untuk mendeteksi hidrogen umumnya menggunakan palladium sebagai bahan tunggal.

Namun palladium memiliki beberapa kelemahan, diantaranya adalah respon yang relatif lambat, sensitifitas yang terbatas, serta mudah terkontaminasi gas karbon dioksida.

“Ternyata dengan campuran palladium dan emas, juga dibalut dengan polimer menghasilkan efek sinergis yang performanya jauh lebih baik dibanding palladium saja,” jelas Ferry.

Hidrogen merupakan gas yang relatif sulit untuk dideteksi. Selain mudah terbakar, hidrogen bersifat kasat mata, tidak berbau, serta mudah menguap.

“Dengan sensor ini, penggunaan hidrogen secara luas bisa lebih ditingkatkan tanpa harus takut akan segi keamanannya," ungkapnya.

Hidrogen merupakan kandidat bahan bakar yang sangat menjanjikan dari sisi lingkungan karena hanya menghasilkan air sebagai residunya.

Meski demikian, untuk saat ini, perkembangan mobil hidrogen masih berada di belakang mobil listrik.

Kendala utama selain dari segi keamanan adalah efisiensi energi serta masalah penyimpanan dan ketersediaan bahan bakar hidrogen itu sendiri.

Gas hidrogen dapat diproduksi melalui pemisahan molekul air via proses elektrolisis. Namun, untuk dapat menghasilkan gas hidrogen dalam skala masif, dibutuhkan listrik yang besar pula.

Rintangan lainnya terletak di keterbatasan infrastruktur serta biaya. Total pengeluaran dari mobil hidrogen masih jauh lebih besar dibandingkan mobil listrik untuk jarak tempuh sama.

Terobosan terbaru terkait bahan bakar hidrogen dari Ferry dan sejumlah ilmuwan boleh jadi bakal mendorong pengembangan kendaraan hidrogen lebih cepat.

Penelitian Ferry dan rekannya dipublikasikan di jurnal Nature Materials pada Senin (1/4/2019). Selain Ferry sebagai first author paper itu, peneliti Indonesia yang terlibat dalam riset ini adalah Irwan darmadi, dari institusi yang sama.

Baca juga: Habis Pijat, Kenapa Jari Tangan Bunyi Krek-Krek ketika Ditarik?

*Artikel dikoreksi pada Minggu (7/4/2019) untuk menambahkan ilmuwan Indonesia lain yang terlibat dalam riset ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Ditemukan, Planet Ekstrem yang Memicu Semburan Energi di Bintang Induknya
Ditemukan, Planet Ekstrem yang Memicu Semburan Energi di Bintang Induknya
Oh Begitu
Bisakah Serigala dan Rubah Kawin Silang? Ini Jawaban Ilmiahnya
Bisakah Serigala dan Rubah Kawin Silang? Ini Jawaban Ilmiahnya
Oh Begitu
Satelit “Zombie” NASA Kembali Hidup, Pancarkan Sinyal Radio Setelah 60 Tahun Mati Total
Satelit “Zombie” NASA Kembali Hidup, Pancarkan Sinyal Radio Setelah 60 Tahun Mati Total
Oh Begitu
Teleskop Webb Ungkap Rahasia Materi Gelap di Zona Tabrakan Kosmik
Teleskop Webb Ungkap Rahasia Materi Gelap di Zona Tabrakan Kosmik
Fenomena
Peneliti Temukan Saklar Kolesterol, Harapan Baru Cegah Penyakit Jantung, Diabetes, dan Kanker
Peneliti Temukan Saklar Kolesterol, Harapan Baru Cegah Penyakit Jantung, Diabetes, dan Kanker
Kita
Mengapa Kura-Kura Melakukan Pose Superman? Ini Penjelasan Ilmiahnya
Mengapa Kura-Kura Melakukan Pose Superman? Ini Penjelasan Ilmiahnya
Oh Begitu
Apa yang Terjadi Jika Kita Mencoba Mendarat di Planet Gas Raksasa?
Apa yang Terjadi Jika Kita Mencoba Mendarat di Planet Gas Raksasa?
Oh Begitu
Fosil Kepala Amfibi Raksasa Ditemukan di Texas, Mirip Karakter Film ‘Toy Story’
Fosil Kepala Amfibi Raksasa Ditemukan di Texas, Mirip Karakter Film ‘Toy Story’
Fenomena
Apa yang Terjadi di Otak Seorang Psikopat? 
Apa yang Terjadi di Otak Seorang Psikopat? 
Kita
Ditemukan, Bukti Ledakan Bintang Ganda yang Mengubah Pemahaman Alam Semesta
Ditemukan, Bukti Ledakan Bintang Ganda yang Mengubah Pemahaman Alam Semesta
Oh Begitu
Evolusi Mamalia Tak Sesederhana yang Kita Duga, Fosil Baru Ubah Ceritanya
Evolusi Mamalia Tak Sesederhana yang Kita Duga, Fosil Baru Ubah Ceritanya
Oh Begitu
Genus Baru Laba-Laba Pelompat yang Ahli Berkamuflase Ditemukan di Selandia Baru
Genus Baru Laba-Laba Pelompat yang Ahli Berkamuflase Ditemukan di Selandia Baru
Fenomena
Jus Jeruk Bali Bisa Mematikan? Ini Fakta Ilmiahnya
Jus Jeruk Bali Bisa Mematikan? Ini Fakta Ilmiahnya
Oh Begitu
Apakah Kita Benar-Benar Membutuhkan Amandel? Ini Penjelasan Ilmiahnya
Apakah Kita Benar-Benar Membutuhkan Amandel? Ini Penjelasan Ilmiahnya
Oh Begitu
Temuan Mengejutkan: Paus Pembunuh Gunakan Rumput Laut sebagai Alat Perawatan Diri
Temuan Mengejutkan: Paus Pembunuh Gunakan Rumput Laut sebagai Alat Perawatan Diri
Fenomena
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau