"Hululedak macam ini membuat pesawat (dan juga satelit) bisa dibabat tanpa harus bersentuhan langsung. Asal lewat didekatnya dalam jarak tertentu, katakanlah 10-20 meter," tambahnya.
Rudal balistik sendiri dibutuhkan untuk mendorong hululedak itu ke target orbit rendah, orbit yg banyak dihuni satelit mata-mata, pada lintasan parabolik tertentu.
1/2
— Dr Marco Langbroek (@Marco_Langbroek) March 27, 2019
This map I made shows the Maritime Area Warning (red), Abdul Kalam island where the #ASAT missile was launched, and the track of the likely target, Microsat-r (2019-006A). Times on map are in UT (GMT). @wslafoy @nktpnd @ArmsControlWonk @SSC_NL pic.twitter.com/rgq2qCSDpb
"Dorongan itu sangat kuat sehingga saat hululedak memisahkan diri dari rudal balistik, kecepatannya bisa mendekati 10 km/detik (36.000 km/jam)," ujar Marufin.
Dia juga menyebut bahwa menciptakan rudal anti-satelit tidak terlalu rumit.
"Yang paling rumit adalah bagaimana melacak satelit yang hendak dihajar, di antara puluhan ribu benda langit buatan manusia yang bergentayangan di orbit rendah (hingga tinggi 1.000 km dpl)," tuturnya.
"Pelacakan itu juga harus berketelitian sangat tinggi, sehingga hululedak rudal anti-satelit bisa lewat dalam jarak optimal guna melaksanakan tugasnya," sambungnya.
Dalam beberapa pemberitaan, uji coba rudal anti-satelit ini membuat sejumlah negara meradang. Tak hanya itu, salah satu tuduhan yang dialamatkan pada India adalah rudal mereka akan menambah sampah antariksa.
Marufin sendiri menilai bahaya terkait rudal tersebut sebenarnya minim.
Baca juga: Video: Detik-detik Peluncuran Satelit Nusantara Satu ke Orbit
"Kalau dari sisi teknikal penerbangan antariksa bahayanya minim, karena puing-puing satelitnya toh akan jatuh ke Bumi tanpa merusak dalam beberapa minggu ke depan," katanya.
"Kalau dari sisi strategi militer, salah satu andalan pengintaian kan satelit orbit rendah. Jika ada sistem seperti ini, satelit mata-mata yang selalu ada di orbit rendah jadi yang paling terancam," tegasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.